LAPORAN FIELDTRIP
PERTANIAN BERLANJUT
DESA TULUNGREJO KECAMATAN NGANTANG KOTA BATU
KELOMPOK 4
Anggota :
Ita Purnamasari 145040101111187
Fany Novalita 145040101111200
Hary Pratama 145040107111010
Hasna Ghina Sb 145040107111011
Fitria Nur Hanifah 145040107111013
Alfirza Azzahra 145040107111015
Muhammad Gusti Nizar 145040107111045
Anisa Ummu Aisyah 145040107111070
Ina Queen Dia Ayu Sari 145040107111071
Arief Zaka Fudriansyah 145040107111077
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PERTANIAN BERLANJUT
Kelas : F Agribisnis
Kelompok : 4
Asisten Aspek Tanah
(Maria Adelina) Asisten Aspek Budidaya Pertanian
(Fandyka Riza)
Asisten Aspek Hama Penyakit Tanaman
(Ismatul Baroro)
Asisten Aspek Sosial Ekonomi
(Titis Ria Maharianti)
DAFTAR ISI
BAB I 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II 3
2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan 3
2.2 Metode Pelaksanaan 3
2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lanskap 3
2.2.2 Pengukuran Kualitas Air 5
2.2.3 Pengukuran Biodiversitas 8
2.2.3.1 Aspek Agronomi 8
2.2.3.1.1 Biodiversitas Tanaman 8
2.2.3.1.2 Keragaman dan Analisa Vegetasi 9
2.2.3.2 Aspek Hama Penyakit 10
2.2.3.2.1 Biodiversitas Arthropoda 10
2.2.3.2.2 Biodiversitas Penyakit 10
2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon 11
2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi 11
BAB III 12
3.1 Hasil 12
3.1.1 Kondisi Umum Wilayah 12
3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik 15
3.1.2.1 Kualitas Air 15
3.1.2.2 Biodiversitas Tanaman 17
3.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit 21
3.1.2.4 Cadangan Karbon 33
3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Sosial Ekonomi 39
3.1.3.1 Economically Viable (Keberlangsungan Secara Ekonomi) 39
3.1.3.2 Ecologically Sound (Ramah Lingkungan) 52
3.1.3.3 Socially Just (Berkeadilan=Menganut Azas Keadilan) 55
3.1.3.4 Culturally Acceptable (Berakar Pada Budaya Setempat) 63
3.2 Pembahasan Umum 68
3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan 68
BAB IV 73
4.1 Kesimpulan 73
4.2 Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 76
LAMPIRAN 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penggunaan Lahan Plot 1 91
Gambar 2. Penggunaan Lahan Plot 2 91
Gambar 3. Penggunaan Lahan Plot 3 92
Gambar 4. Penggunaan Lahan Plot 4 92
Gambar 5. Transek Plot 1 (Hutan) 93
Gambar 6. Transek Plot 2 (Agroforestri) 93
Gambar 7. Transek Plot 3 (Tegalan) 94
Gambar 8. Transek Plot 4 (Tegalan dan Pemukiman) 94
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kondisi Umum Wilayah 13
Tabel 2. Kualitas Air 15
Tabel 3. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 1 17
Tabel 4. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 2 18
Tabel 5. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 3 18
Tabel 6. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 4 19
Tabel 7. Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma 19
Tabel 8. Grafik Analisa Vegetasi Gulma 20
Tabel 9. Biodiversitas Arthopoda Plot 1 sampai Plot 4 21
Tabel 10. Biodiversitas Penyakit 26
Tabel 11. Grafik Biodiversitas Arthopoda 27
Tabel 12. Grafik Biodiversitas Penyakit 28
Tabel 13. Persentase Arthropoda pada plot 1 28
Tabel 14. Persentase Arthopoda Plot 2 29
Tabel 15. Persentase Arthopoda Plot 3 29
Tabel 16. Persentase Arthopoda Plot 4 30
Tabel 17. Cadangan Karbon pada Plot 1 (Hutan) 33
Tabel 18. Cadangan Karbon pada Plot 2 (Agroforestri) 34
Tabel 19. Cadangan Karbon pada Plot 3 (Tanaman Semusim) 35
Tabel 20. Cadangan Karbon pada Plot 4 (Tanaman Semusim+Pemukiman) 36
Tabel 21. Produksi, Nilai Produksi, Penggunaan Input dan Biaya Usahatani 39
Tabel 22. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman 39
Tabel 23. Keuntungan (π) 40
Tabel 24. Perhitungan Biaya Tetap Usahatani Kopi 41
Tabel 25. Perhitungan Biaya Variabel Usahatani Kopi 42
Tabel 26. Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Kopi 42
Tabel 27. Perhitungan Biaya Total Usahatani Kopi 43
Tabel 28. Perhitungan Biaya Penerimaan 43
Tabel 29. Produksi, Nilai Produksi, Penggunaan Input dan Biaya Usahatani 44
Tabel 30. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Cabai 44
Tabel 31. Perhitungan Keuntungan (π) Tanaman Cabai 45
Tabel 32. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Kubis 46
Tabel 33. Keuntungan (π) Tanaman Kubis 46
Tabel 34. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Bawang Merah 47
Tabel 35. Keuntungan (π) Tanaman Bawang Merah 48
Tabel 36. Perhitungan Biaya Tetap 49
Tabel 37. Perhitungan Biaya Variabel 50
Tabel 38. Perhitungan Biaya Total Penerimaan 50
Tabel 39. Perhitungan Biaya Keuntungan (π) 50
Tabel 40. Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan 68
Tabel 41. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 1 79
Tabel 42. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 2 79
Tabel 43. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 3 79
Tabel 44. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 4 79
Tabel 45. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 1 80
Tabel 46. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 2 80
Tabel 47. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 3 80
Tabel 48. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 4 81
Tabel 49. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 1 81
Tabel 50. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 2 82
Tabel 51. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 3 82
Tabel 52. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 4 83
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Biodiversitas Arthopoda 78
Lampiran 2. Dokumentasi Keadaan Gulma Tiap Plot 79
Lampiran 3. Analisa Vegetasi 80
Lampiran 4. Perhitungan Analisis Vegetasi 81
Lampiran 5. Identifikasi Gulma Tiap Plot 85
Lampiran 6. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan 91
Lampiran 7. Sketsa Transek di Lokasi Pengamatan 93
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak yang akan ditimbulkanterhadap lingkungan dengan semaksimal mungkin pada dasarnya adalah pertanian yang berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Konsep pertanian berkelanjutan, ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi.
Pengertian pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Maksud dari Pertanian berkelanjutan yang sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang dicapai dengan: penggunaan energi yang lebih sedikit, minimalnya jejak ekologi, lebih sedikit barang berkemasan, pembelian lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan singkat, lebih sedikit bahan pangan terproses, kebun komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan lain sebagainya.
Adapun beberapa ciri-ciri pertanian berkelanjutan diantaranya adalah secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir/diterima. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan shock). Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan local. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.
Beberapa indikator pertanian berlanjut adalah menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, membudidayakan tanaman secara alami, mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian, memelihara keragaman genetik sistem pertanian.
Maksud dan Tujuan
Untuk memahami karakteristik lansekap
Untuk mengetahui cara pengukuran kualitas air dan pengukuran biodiversitas
Untuk mengetahui keanekaragaman biodiversitas dan analisa vegetasi
Untuk mengetahui cara pendugaan cadangan karbon
Untuk mengidentifikasi keberlanjutan lahan dari aspek sosial ekonomi
Manfaat
Dapat memahami karakteristik lansekap
Dapat mengetahui cara pengukuran kualitas air dan pengukuran biodiversitas
Dapat mengetahui keanekaragaman biodiversitas dan analisa vegetasi
Dapat mengetahui cara pendugaan cadangan karbon
Dapat mengidentifikasi keberlanjutan lahan dari aspek sosial ekonomi
BAB II
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan fieldtrip praktikum mata kuliah Pertanian Berlanjut diadakan pada:
Tempat : Dusun Tulungrejo I, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang
Waktu Pelaksanaan : Minggu, 8 Oktober 2016
Dengan pembagian materi adalah sebagai berikut:
Plot 1 : Aspek Hama dan Penyakit Tanaman
Plot 2 : Aspek Sosial Ekonomi
Plot 3 : Aspek Tanah
Plot 4 : Aspek Budidaya Tanaman
Metode Pelaksanaan
Pemahaman Karakteristik Lanskap
Lansekap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi ini dengan segala keggiatan kehidupan dan apa saja yang ada didalamnya, baik sifat alami, non-alami atau keduanya, yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta makhluk lainnya, sejauh mata memanndang, sejauh segenap indra dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. (kompasiana.com)
Pengertian lain lansekap adalah konfigurasi khusus dari topografi, tutupan lahan, tata guna lahan, dan pola pemukiman yang membaasi beberapa aktivitas dan proses alam serta budaya . terdapat empat kunci dasar untuk mempelajari karakteristik lansekap :
Komposisi lansekap, misalnya tipe habitat/land use
Struktur lansekap, misalya susunan berbagai macam land use pada suatu lansekap
Managemen lansekap
Konteks regional
Pemahaman karakteristik lansekap berguna untuk penentuan tipe lansekap lahan yang terbentuk. Setiap tipe memiliki perlakuan atau tindakan yang berbeda-beda dalam hal konservasi, perbaikan, rekonstruksi, dan pengelolaan.
Alat , Bahan dan Fungsi
Kompas : Berfungsi untuk mengetahui arah mata angin lereng
Kamera : Berfungsi untuk mendokumentasikan kegiatan lapang
Klinometer : Berfungsi untuk mengetahui tingkat kelerengan dan
ketinggian
Alat tulis : Berfungsi untuk mencatat hasil pengamatan
b) Cara Kerja
Pengukuran Kualitas Air
Pada pengamatan yang kedua adalah mengenai kualitas air, pengukuran kualitas air ini dilakukan pada aliran sungai di daerah Tulungrejo, Ngantang. Pengamatan ini dilakukan sebagai salah satu indikator pertanian berlanjut. Penurunan kualitas air akan mempengaruhi kehidupan yang ada di sekitarnya. Penurunan kualitas air ini dapat diakibatkan oleh alih guna lahan hutan menjadi pemukiman. Penyebab utama terjadinya penurunan kualitas air di hulu adalah melalui sedimentasi, penumpukan hara, dan pencemaran bahan kimia. Pendugaan kualitas air yang dilakukan berupa pengukuran fisik (kekeruhan dan suhu) dan kimia (pH)
Alat dan bahan dalam pengambilan sampel air
Botol air mineral bekas ukuran 1,5 L (4 buah): Berfungsi sebagai tempat air.
Spidol Permanen: Berfungsi untuk memberikan label pada botol
Kantong plastik besar (ukuran 5 kg): Sebagai wadah botol yang sudah berisi air
Cara Kerja pengambilan sampel air
Pendugaan Kualitas Air Secara fisik
Pengukuran Tingkat Kekeruhan
Alat dan Bahan yang digunakan untuk mengukur kekeruhan adalah:
Tabung transparan: Dibuat dengan cara menggabungkan dua botol air mineral ukuran 1,5 liter. Tabung ini sebagai wadah pengamatan air.
Secchi disc: Berfungsi untuk mengukur kekeruhan air. Dengan melihat warna hitam putih yang ada.
Cara Kerja Pengamatan Kekeruhan Air (Membaca ‘Secchi disc’)
Pengamatan Suhu
Alat yang digunakan dalam pengukuran suhu air adalah thermometer standar.
Cara Kerja Pengamatan Suhu Air
Pendugaan Kualitas Air Secara Kimia
Alat yang digunakan dalam pengukuran pH dan suhu sampel air menggunakan alat Multi Water Quality Checker yang tersedia di laboratorium.
Pengukuran Biodiversitas
Aspek Agronomi
Alat, Bahan, dan Fungsi
Plot 1m x 1m atau 0,5m x 0,5m: Berfungsi untuk membuat petak kuadran sampel pengambilan gulma
Pisau: Berfungsi untuk memotong gulma
Kamera: Berfungsi untuk mendokumentasikan kegiatan pengamatan dan gulma
Kertas Gambar A3: Berfungsi sebagai alas
Buku flora: Untuk mengetahui jenis flora yang ada di lahan
Kantong Plastik: Berfungsi untuk menempatkan sampel gulma
Kalkulator analitik: Berfungsi untuk menghitung jumlah gulma
Alkohol 75%: Berfungsi untuk membius
Cara Kerja
Biodiversitas Tanaman
Keragaman dan Analisa Vegetasi
Aspek Hama Penyakit
Biodiversitas Arthropoda
Biodiversitas Penyakit
Pendugaan Cadangan Karbon
Peran lanskap dalam menyimpan karbon bergantung pada besarnya luasan tutupan lahan hutan alami dan lahan pertanian berbasis pepohonan baik tipe campuran (agroforestri) atau monokultur (perkebunan). Namun demikian besarnya karbon tersimpan di lahan bervariasi antar penggunaan lahan tergantung pada jenis, kerapatan dan umur pohon. Oleh karena itu ada tiga parameter yang diamati pada setiap penggunaan lahan yaitu jenis pohon, umur pohon, dan biomassa yang diestimasi dengan mengukur diameter pohon.
Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi
Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum Wilayah
Fieldtrip matakuliah Pertanian Berlanjut yang dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2016 di daerah desa Tulungrejo I, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Menurut Susanto (1994) secara geografis Desa Tulungrejo terletak pada posisi 7°21′-7°31′ Lintang Selatan dan 110°10′-111°40′ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini daratan sedang yaitu sekitar 156 m di atas permukaan air laut. Di sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Waturejo. Di sisi Selatan berbatasan dengan Desa Sumberagung/ Kaumrejo Kecamatan Ngantang, sedangkan di sisi Timur berbatasan dengan Hutan Kecamatan Pujon.
Luas Wilayah Desa Tulungrejo adalah 779,699 Ha. Luas lahan yang ada terbagi ke dalam beberapa peruntukan fasilitas umum, pemukiman, perhutanan, pertanian, perkebunan, dan tegalan. Wilayah Desa Tulungrejo secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Secara prosentase kesuburan tanah Desa Tulungrejo terpetakan sebagai berikut: sangat subur 10,600 Ha, subur 248,865 Ha, sedang 45,800 Ha, tidak subur/ kritis 0 Ha. Dilihat dari intensitas penggunaan lahan pada desa ini karakteristik lansekap pada daerah ini tergolong relictual karena pada daerah ini hanya memiliki hutan alami <10%. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penggunaan lahan untuk bercocok tanam baik menggunakan tegalan, sawah, perkebunan dan hutan.
Gambar 1. Kondisi Wilayah Umum
Tabel 1. Kondisi Umum Wilayah
No Penggunaan
Lahan Tutupan Lahan Manfaat Posisi Lereng Tingkat Tutupan Jumlah Spesies Kerapatan C Stock
(Ton/Ha)
Kanopi Seresah
1. Hutan Pinus K Atas Tinggi Tinggi Banyak Tinggi 250
Kopi Bi Bawah Rendah Tinggi Sedang Tinggi 250
Pisang B dan D Tengah Sedang Tinggi Sedang Sedang 150
Rumput gajah D Bawah Rendah Tinggi Banyak Tinggi 250
Jati K dan D Tengah Tinggi Tinggi Sedang Rendah 100
Bambu K Bawah Sedang Sedamg Sedang Rendah 100
Durian B dan K Bawah Sedang Sedang Sedang Rendah 100
2 Agroforestri Jagung B Sedang Rendah Tinggi Tinggi Sedang 50
Rumput gajah D Sedang Rendah Tinggi Sedang Tinggi 80
Pisang B dan D Sedang Rendah Tinggi Rendah Sedang 50
Kelapa B, D dan K Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah 20
Cabai B Sedang Rendah Rendah Banyak Tinggi 80
Kubis B Sedang Rendah Rendah Banyak Sedang 50
3. Tegalan Cabai B Tengah Rendah Tinggi Sedang Sedang 1
Jagung B Tengah Rendah Tinggi Sedang Sedang 1
Rumput gajah D Tengah Rendah Tinggi Sedang Sedang 1
Pepaya B Tengah Rendah Tinggi Sedang Sedang 1
Pisang B dan D Tengah Rendah Tinggi Sedang Sedang 1
4 Pemukiman / Tegalan Jagung B Tengah Sedang Rendah Banyak Tinggi 1
Rumput gajah D Tengah Sedang Rendah Banyak Tinggi 1
Ketela B dan D Atas Sedang - Rendah Rendah 1
Pisang B Atas Rendah - Sedang Rendah 1
Kelapa B Tengah Rendah Rendah Sedang Tinggi 1
Lanscape adalah konfigurasi khusus dari topografi, tutupan lahan, tata guna lahan, dan pola pemukiman yang membatasi beberapa aktivitas dan proses alan serta budaya. Kondisi umum daerah area fieldtrip yang kami laksanakan memiliki karakteristik lahan berupa lahan hutan, lahan agroforestry, lahan tegalan, dan yang terakhir berupa lahan pemukiman warga. Lahan hutan yaitu berupa kumpulam ato asosiasi pohon yang cuckup rapat dan menutup area yang cukup luas ato bahkan sangat luas sehingga akan mencipatakan iklim mikro yang kondisi ekologis yang khas serta berbeda dengan kondisi area luarnya. Hutan adalah suatu area yang luas yang diantaranya lebih banyak pemandangan pohon.
Lahan agroforestri adalah budidaya tanaman kehutanan (pohon – pohon) bersama dengan tanaman pertanian atau kata lain tumpangsari dengan tanaman pertanian.(tanaman semusim). Agroforestry merupakan suatu sistem pengolahan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Lahan tegalan yaitu suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman pertanian. Lahan pemukiman warga yaitu berupa lahan yang telah dekat dengan area pemukiman warga. Yaitu yang ditandai dengan adanya rumah atau adanya tanda - tanda kehidupan manusia yang berarti lahan atau tanah telah mengalami yang namanya tekanan oleh manusia
Kaitan antara penggunaan lahan (kondisi umum wilayah) dengan pertanian berlanjut adalah pada pemilihan kelayakan lahan yang baik. Agar mampu atau tidakkah, layak atau tidakkah, potensial atau tidakkah suatu sistem budidaya dalam pertanian itu dilakukan pada daerah tersebut. Jika semua telah cocok atau pas dengan yang telah kita inginkan untuk menanam suatu, maka akan sangat baik dalam produtivitasnya. Tipe lanskapnya termasuk dalam kategori fragmented dimana hutan alami tersisa 10-60 %. Menurut Fahrig L. (2003) lanskap fragmented menunjukkan bahwa ketersediaan hutan alami hanya berjumlah 10-60%. Lanskap fragmented merupakan sebuah hasil dimana proses fragmentasi mengubah atribut-atribut habitat dan karakteristik suatu lanskap yang ada. Penggunaan lahannya yaitu hutan, agroforestri, dan tegalan. Pada kawasan hutan hanya terdapat sedikit vegetasi alami.
Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik
Kualitas Air
Tabel 2. Kualitas Air
Parameter Satuan Lokasi Pengambilan Sampel Kelas (PP no. 82 tahun 2001)
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
UL1 UL2 UL3 UL1 UL2 UL3 UL1 UL2 UL3 UL1 UL2 UL3
Kekeruhan Mg/l 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 IV
Suhu oC 23 23 23 22 24 22 24 24 24 24 24 24 IV
PH Ph 6,26 6,24 6,13 5,38 6,39 5,93 6,27 6,28 6,36 6,39 6,4 6,35 IV
DO mg/l 0,02 0,02 0,02 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 IV
Pada plot 1 yaitu penggunaan lahan hutan berdasarkan pengamatan yang di lakukan di lapang, setelah di ambil tiga sempel air, didapati rata-rata pH air yang ada di tempat tersebut adalah sebesar 6,21 dan DOnya sebesar 0,02 mg/l dilihat dari faktor tersebut air di hutan tersebut masuk ke kelas IV. Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Sesuai dengan kebutuhan lahan tersebut. pH pada lahan tersebut masih tergolong netral, namun DO airnya tergolong rendah dan masuk ke kelas IV, namun masih cocok untuk pengairan tanaman di Hutan.
Pada plot 2, yaitu Agroforesti yang terdapat beberapa tanaman tahunan dan tanaman semusim, pH air yang ditemukan rata-rata adalah 5,9 dan DOnya 0,01 mg/l dilihat dari faktor tersebut air di lahan tersebut masuk ke kelas IV. Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Sesuai dengan kebutuhan lahan tersebut. Kalau melihat kembali ke peraturan lama yaitu Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air yang diberlakukan tahun 1990-2001 plot 2 termasuk kelas D yaitu Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air. Pada pengulanagan perhitungan dapat dilihat pH yang didapatkan semakin besar pula. Kemungkinan lahan tersebut sudah tercemar akan pupuk atau pestisida yang dipakai oleh masyarakat.
Pada plot 3 yaitu pengunaan lahan tanaman semusim berdasarkan pengamatan yang di lakukan di lapang, setelah di ambil tiga sempel air, didapati rata-rata pH air yang ada di tempat tersebut adalah sebesar 6,3. dan DOnya sebesar 0,02 mg/l dilihat dari faktor tersebut air di lahan tanaman semusim tersebut masuk ke kelas IV. Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Jadi walaupun pada plot 3 tergolong ke dalam kelas yang berat, namun masih cocok di gunakan untuk pengunanan lahan tanaman semusim.
Pada plot 4 yaitu pengunaan lahan tanaman semusim yang berdekatan dengan pemukiman warga. Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan di lapang. Setelah di ambil tiga sempel air, didapati bahwa lahan tanaman semusim yang ada di dekat pemukiman warga tersebut masuk ke kelas IV. Hal tersebut di dasari oleh penemuan pH air yang ada di tempat tersebut sebesar 6,38 dan DOnya sebesar 0,02 mg/l. Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman.rata-rata.. Jadi walaupun pada plot 4 tergolong ke dalam kelas yang berat, namun masih cocok di gunakan untuk pengunanan lahan tanaman semusim.
Pada kaitas air yang dapat kita lihat untuk plot 1 sampai plot 4 memiliki suhu 22 oC -24 oC dimana dari data suhu sudah mennukkan bahwa pertanian yang ada diplot1 sampai plot 4 tidak masuk dalam pertanian berlanjut, karena dengan suhu air yang tidak seimbang dan nilai suhu yang masuk pada kelas IV sesuai dengan PP no 82 tahun 2001 pasal 8, kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman.rata-rata.. Jadi walaupun pada plot 4 tergolong ke dalam kelas yang berat. Untuk tigkat Oksigen larut atau Dissolve Oxygen (DO) merupakan oksigen yang ada di dalam air yang berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air kualitas air pada plot 1 sampai plot 4 sudah menunjukkan DO sebesar 0,02 Mg/l dimana nilai tersebut masuk dalam kelas IV yang menunjukkan bahwa kualitas air tesebut tercemar. Sehinga tidak bisa dikatakan cocok untuk pertanian belanjut.
Gambar 2. Mengukur Kekeruhan Gambar 3. Mengukur Suhu
Biodiversitas Tanaman
Biodiversitas Tanaman Pangan dan Tahunan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan oleh setiap kelompok diberbagai plot ditemukan keanekaragaman spesies tanaman yang berbeda pada masing-masing bentuk tutupan lahan dalam sekala lansekap.
Berikut merupakan tabel hasil pengamatan biodiversitas
Tabel 3. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 1
Titik Pengambilan Sampel Tutupan Lahan Semusim / Tahunan / Campuran Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lansekap
Luas Jarak Tanam Populasi Sebaran
Hutan Tahunan:
a. Pinus
b. Kopi
Semusim :
a. Rumput gajah 2.500 m2
500 m2
50 m2 5 m x 5 m
2.5m x 2.5m
25cm x 25cm 100
80
800 Sedang
Sedang
Rapat
Berikut merupakan tabel hasil pengamatan biodiversitas yang memiliki nilai ekonomis pada Plot 2.
Tabel 4. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 2
Titik Pengambilan Sampel Tutupan Lahan Semusim / Tahunan / Campuran Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lansekap
Luas Jarak Tanam Populasi Sebaran
Agroforesti Semusim :
a. Pisang
Petai
Tahunan :
a. Kopi
b. Kelapa
c. Sengon
10.000 m2
10.000 m2
10.000 m2
10.000 m2
10.000 m2
300x400 cm2
400x500 cm2
200x300 cm2
300x600 cm2
200x300 cm2
833
500
1666
555
1666
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Berikut merupakan tabel hasil pengamatan biodiversitas yang memiliki nilai ekonomis pada Plot 3.
Tabel 5. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 3
Titik Pengambilan Sampel Tutupan Lahan Semusim / Tahunan / Campuran Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lansekap
Luas Jarak Tanam Populasi Sebaran
Tanaman Semusim Semusim :
a. Cabai
Tahunan :
a. Kelapa
b. Coklat
2500 m2
7500 m2
7500 m2
30 cm x 10 cm
30 cm x 10 cm
20 cm x 10 cm
833.33
2500
3750
Rapat
Sedang
Sedang
Berikut merupakan tabel hasil pengamatan biodiversitas yang memiliki nilai ekonomis pada Plot 4.
Tabel 6. Komoditas Bernilai Ekonomis Biodiversitas Tanaman Plot 4
Titik Pengambilan Sampel Tutupan Lahan Semusim / Tahunan / Campuran Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lansekap
Luas Jarak Tanam Populasi Sebaran
Tanaman Semusim dan Pemukiman Semusim :
a. Jagung
b. Singkong
Campuran :
a. Rumput Gajah
7000 m2
1000 m2
2000 m2
17 cm x 30 cm
100 cm x 50 cm
10 cm x 10 cm
137.254
2000
200.000
Sedang
Jarang
Rapat
Analisa Vegetasi
Berikut merupakan tabel hasil perhitungan analisa vegetasi gulma di empat lokasi yang berbeda, yaitu di lokasi hutan, agroforestri, tanaman semusim dan tanaman semusim serta pemukiman.
Tabel 7. Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma
No. Lokasi Koefisien Komunitas
(C) Indeks Keragaman
(H’) Indeks Dominansi
(C)
1. Hutan 3.72 1.04 0.36
2. Agroforestri 3.72 1.08 0.34
3. Tanaman Semusim 3.72 1.91 0.15
4. Tanaman Semusim dan Pemukiman 3.72 1.09 0.33
Berikut merupakan grafik tabel hasil perhitungan analisa vegetasi gulma di empat lokasi yang berbeda, yaitu dilokasi hutan, agroforestri, tanaman semusim dan tanaman semusim serta pemukiman.
Tabel 8. Grafik Analisa Vegetasi Gulma
Indikator biodiversitas menggambarkan keanekaragaman hayati meliputi keberadaan flora dan fauna. Keberadaan fauna terkait erat sebgai inang atau tempat hidup bagi fauna yang ada, hal ini penting mengingat fungsinya dalam polinasi, siklus air dan hara, penyerapan (sequestrasi) karbon, pengendalian hama dan penyakit (musuh alai), menjaga keutuhan rantai makanan, dan penyebaran biji.
Keragaman tanaman pangan / tahunan terhadap informasi penggunaan lahan pertanian (landuse) dan tanaman-tanaman yang ada diatasnya sangat penting bagi pengolahan lahan skala lanskap. Penggunaan lahan dengan hamparan tanaman semusim, tanaman tahunan maupun kombinasi diantara keduanya mempunyai karakteristik berbeda-beda baik setara ekologi, sosial maupun ekonomi.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas, menunjukkan bahwa pada keempat plot / tutupan lahan yang digunakan memiliki nilai koefisien komunitas (C) yang sama yakni 3,72. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pada seluruh plot / tutupan tanah tersebut vegetasi tidak homogen. Hal ini jelas dapat diketahui banyaknya keragaman vegetasi yang terdapat pada masing-masing lahan tersebut. Sama halnya dengan pendapat Muklasin dan Syahnen (2016) yang menyatakan bahwa Nilai C berguna untuk melihat seberapa jauh homogenitas petak percobaan. Nilai C sebesar 75% atau lebih menunjukkan vegetasi di suatu areal relatif homogen.
Sedangkan untuk hasil Indeks Keragaman, menunjukkan bahwa pada plot 1 sampai 4 memiliki indeks keragaman (H’) berkisar pada 1,0 < H’ < 3,322 hal ini menunjukkan bahwa seluruh plot tersebut memiliki keanekaragaman gulma sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang.
Sedangkan pada nilai indeks dominansi (C) paling tinggi yakni pada tutupan lahan hutan dengan nilai sebesar 0.36. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tutupan lahan hutan pemusatan dan penyebaran jenis vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eden Surasana Syafei (1990) bahwa indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah.
Pengelolaan budidaya tanaman skala lansekap terdiri dari perencanaan tanaman beserta sistem budidayanya, keterkaitan antar penggunaan lahan serta rencana upaya konservasi lahan skala plot maupun skala lansekap. Salah satu upaya konservasi dalam budidaya pertanian diantaranya menerapkan pemilihan tanaman budiaya berdasarkan kemiringan lahan. Adanya keanekaragaman spesies gulma dipengaruhi oleh jenis tanaman budidaya pada setiap tutupan lahan.
Biodiversitas Hama Penyakit
Tabel 9. Biodiversitas Arthopoda Plot 1 sampai Plot 4
Lokasi Pengambilan Sampel Nama Lokal Nama Ilmiah Gambar Jumlah Fungsi
Plot 1
(Hutan) Nyamuk Aedes sp.
12 Serangga lain
Laba-laba Araneus diadematus
8 Musuh alami
Kutu daun Aphismedicaginis
2 Hama
Lalat hitam Hermitiaillucens
1 Serangga lain
Kumbang kubah Epilachna admirabilis
1 Hama
Semut rang-rang Oechophylla smaragdina
2 Musuh alami
Semut hitam Dolichoderus sp.
3 Serangga lain
Serangga Perisai Palomeraprasina 2 Musuh alami
Capung Orthetrumsanisa
1 Serangga lain
Semut merah Solenopsis sp.
16 Serangga lain
Belalang
Oxyachinensis
1 Serangga lain
Plot 2 Semut Hitam Dolichoderus bituberculatus
2 Serangga Lain
Thrips Thrips sp. 1 Hama
Belalang Kecil Atractomorpha crenulata
1 Hama
Jangkrik Gryllus mitratus
1 Serangga Lain
Laba-laba Lycosa sp.
1 Musuh Alami
Ulat Jengkal Plusia Chalcites
1 Hama
Belalang Besar (Coklat) Valanga nigriconis
1 Hama
Ulat Bsulu Lymantridae
1 Hama
Plot 3 Laba-laba Lycosa sp.
1 Musuh Alami
Belalang Kayu Aeropedellus clayatus
1 Hama
Kupu-kupu kuning Eurema hecabe
1 Serangga lain
Semut Hitam Delichoderus sp.
1 Serangga Lain
Walang Sangit Leptocorisa acuta
1 Hama
Jangkrik Gryllus mitratus
2 Serangga Lain
Kepik Penghisap Polong Riptortus linearis
12 Hama
Belalang Hijau Atractomorpha crenulata
1 Hama
Plot 4 Semut Hitam Delichoderus Sp
2 Serangga Lain
Semut Gatal Paratrechina Longicornis
28 Serangga Lain
Kumbang Tanah Calasoma Sycophanta
1 Musuh Alami
Tawon Ikneumon Tawon Ikneumon
1 Hama
Laba-laba Araneus Diadematus
2 Musuh Alami
Trips Tabaci Thysanoptesa
2 Hama
Lalat Rumah Musca domestica
1 Serangga lain
Lalat kecil Hermetia Illucens
2 Serangga Lain
Tabel 10. Biodiversitas Penyakit
Pengambilan sampel Nama Lokal Nama ilmiah Tanaman Gejala & tanda Dokumentasi
Plot 1 - - - - -
Plot 2
Karat Daun Hemilieia Vastatrix Kopi Daun berwarna kuning yang ditutupi bedak atau noda yang tampak pada permukaan daun
Plot 3 Bercak daun Cercospora capsici vabai Daun berwarna kuning kecoklatan pada pusatnya berlubang kecil
Busuk daun Phytophthora palmivora Cabai Bercak coklat kehitaman pada pangkal, tengah maupun ujung buah cabai
Kriting daun Cucumber Mosaic Virus (CMV) Cabai Bercak kuning diatas permukaan daun, bentuk daun lebih kecil dari ukuran normal, melengkung dan kaku sehingga daun terlihat keriting.
Plot 4 Hawar Daun Helmithosporium turcicum Jagung hawar daun, gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat.
Tabel 13. Persentase Arthropoda pada plot 1
Persentase
Hama MA SL Total
6.12%, 24.5% 69.38% 100%
Keterangan
Titik temu
Musuh Alami
Hama
Serangga Lain
Tabel 14. Persentase Arthopoda Plot 2
Persentase
Hama MA SL Total
55,6 %, 11,1% 33,3% 100%
Keterangan
Titik temu
Musuh Alami
Hama
Serangga Lain
Tabel 15. Persentase Arthopoda Plot 3
Persentase
Hama MA SL Total
75 %, 5% 20% 100%
Keterangan
Titik temu
Musuh Alami
Hama
Serangga Lain
Tabel 16. Persentase Arthopoda Plot 4
Persentase
Hama MA SL Total
75 %, 5% 20% 100%
Keterangan
Titik temu
Musuh Alami
Hama
Serangga Lain
Berdasarkan pengamatan pada penggunaan lahan hutan produksi di plot satu dengan komoditas tanaman pinus, kopi, rumput gajah, dan pisang, terdapat berbagai macam serangga, ada yang menjadi hama, musuh alami, dan serangga lain. Persentase biodiversitas yang ditemukan yaitu dan hama 6,12%, musuh alami 24,5%, serangga lain 69,38%. Serangga lain yang ditemukan adalah nyamuk, lalat hitam, semut hitam, capung, semut merah. Musuh alami yang ditemukan adalah laba-laba, semut rang-rang dan hemiptera. Hama yang ditemukan adalah kutu daun dan kumbang kubah. Sistem tanam yang ada di lahan tersebut adalah polikultur sehingga keberadaan arthropoda juga beragam. Menurut Mushuri (2002), penggunaan pola tanaman polikultur dapat menjadi keberagam dan dengan adanya pola tanam polikultur dapat memperkecil jumlah hama karena tersedia habitat untuk musuh alami. Keanekaragaman spesies juga akan menentukan kestabilan dan kerapuhan ekosistem terhadapa serangan organisme pengganggu tanaman (Agustina et al, 2013). Pada pengamatan biodiversitas penyakit plot satu tidak ditemukan adanya penyakit pada tanaman dititik setiap pengamatan.
Pengamatan biodervitas serangga pada plot dua yaitu agroforesti komoditas kopi, pengamatan dilakukan untuk mengetahui persebaran dari hama, musuh alami, dan serangga lain pada satu bentang lahan kopi. Pada Plot dua, serangga yang ditemukan sebanyak 8 jenis serangga yaitu semut hitam, thrips, belalang kecil, jangkrik, laba-laba, ulat jengkal, belalang besar (coklat), ulat bulu. Dimana masing-masing serangga ini memiliki peran yang berbeda. Setelah melakukan perhitungan yang terdapat pada tabel persentase peran serangga yang dominan adalah hama dimana memiliki persentase sebesar 55,6%, kemudian yangkedua adalah serangga lain dengan persentase sebesar 33,3% dan yang terakhir adalah musuh alami yang memiliki jumlah persentase sebesar 11,1%. Dari data yang kita dapatkan ini dapat disimpulkan bahwa dilahan agroforesti kopi ini dominan serangganya adalah hama karena memiliki jumlah persentase yang tinggi dibandingkan dengan musuh alami. Perlunya penanganan lebih lanjut adar terjadinya keseimbangan antara hama dan musuh alami agar tidak meurunkan jumlah produksi tanaman itu sendiri. pada pengguna lahan agroforesti di plot 2 denga komoditas kopi ditemukan satu penyakit yaitu karat daun dengan gejala dan tanda daun bewarna kuning yang ditutupi beda atau noda. Penyakit ini disebabkan oleh virus Hemilieia Vastatrix, perkembangan penyakit karat daun kopi dipengaruhi oleh patogen Hemileia vastatrix, kondisi tanaman kopi, dan lingkungan kebun. Di daerah tropis, H. vastatrix bertahan sebagai uredospora (spora jamur karat), uredium (badan buah penghasil uredospora), dan miselium (kumpulan hifa jamur karat) pada daun sakit untuk melanjutkan infeksi pada tanaman. Dari beberapa struktur jamur tersebut, uredospora paling berperan dalam perkembangan penyakit karat daun. Uredospora jamur Hemileia vastatrix berwarna oranye, panjang 25-35 μm dan lebar 12-28 μm, berbentuk seperti ginjal dan berduri pada bagian yang cembung (Kushalappa 1989).
Berdasarkan pengamatan pada penggunaan lahan tanaman semusim, dengan komoditas yaitu cabai. Terdapat berbagai macam serangga, ada yang menjadi hama, musuh alami, dan serangga lain. Persentase biodiversitas yang ditemukan yaitu hama 75%, musuh alami 5%, serangga lain 20%. Serangga yang dominan pada lahan tersebut adalah serangga yang berperan sebagai hama yaitu kumbang penghisap polong. Pengamatan biodiversitas penyakit terdapat beberapa penyakit yang menyerang tanaman cabai di plot tiga (tanaman semusim) seperti becak daun yang terdapat gejala dan tanada seperti daun berwarna kuning kecoklatan pada pusatnya berlubang kecil. Kemudian terdapat penyakit buah dengan terdapat tanda oleh bercak coklat kehitaman pada pangkal, tengah maupun ujung buah cabai. Dan penyakit yang ketiga adalah keriting daun, keriting dau disebabkan oleh hama thrips, dimana saat hama thrips menyerang dengan segerombol lainnya dapat membuat daun cabe mengkerut dan menjadi keriting.
Pada pengamtan biodiversitas hama penyakit. Terdapat beberapa data serangga yang berbeda serta perannya, untuk pengamtan di plot empat yaitu pada lahan tanaman jagung terdapat tiga titik pengamatan yaitu titik satu titik dua dan titik tiga . Untuk di titik satu terdapat tiga serangga antara lain semut hitam (Delichoderus sp) peras serangga sebagai serangga lain, semuit gatal (paratrechina longicornis) peran serangga sebagai serangga lain, kumbang tanah (calasoma sycophanta) peran serangga sebagai musuh alami. Titik dua terdapat serangga tawon Ikneumon (Ichne monoidae) peran serangga sengai hama dan laba-laba (Ar\neus diadematus)peran serangga sebagai musuh alami. Titik tiga terdapat tiga serangga thrips tabaci (Thysanoptera) peran serangga sebagai hama, lalat rumah (musca domestica) peran serangga sebgai serangga lain dan yang terakhir lalat kecil (hermetia illucens) peran serangga sebagai serangga lain. Berdasarkan perhitungan segitiga fiktorial plot empat didapatkan bahwa segitiga tersebut lebih mengarah pada garis serangga lain. Hal ini disebabkan oleh populasi serangga lain yang lebih besar dibandingkan hama dan musuh alami, yaitu hama dengan presentasi 7,7%. Musuh alami 7,7% dan untuk serangga lain 84,6% , Pada pengamatan yang dilakukan pada plot empat terdapat penyakit daun yang ada ditanaman jagung. Penyakit ini sering disebut penyakit karat daun yang disebabkan Helminthosporium turcicum. Terdapat beberapa gejala dan tanda pada penyakit hawar daun ini yaitu berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik (disebut hawar), warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5-15 cm, bercak muncul di mulai dari daun terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat akibat serangan penyakit hawar daun dapat mengakibatkan tanaman jagung cepat mati atau mengering. Cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot jagung, cendawan dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau sisa-sisa tanaman di lahan.
Cadangan Karbon
Plot 1 (Hutan)
Tabel 17. Cadangan Karbon pada Plot 1 (Hutan)
No Penggunaan Lahan Tutupan Lahan Manfaat Posisi Lereng Tingkat tutupan Jumlah Spesies Kerapatan C-Stock (ton/ha)
Kanopi Seresah
1 Hutan Pinus K A T T B T 250
Kopi Bi B R T SS T 250
Pisang B dan D T S T B S 150
Rumput Gajah D B R T B T 250
Jati K dan D T R T S R 100
Bambu K B R S S R 100
Durian B dan K B R S S R 100
Total 1500
Rata-rata 214,3
Keterangan: Manfaat : B (Buah), D (Daun), A (Akar), K (Kayu), B (Biji). Posisi lereng : A (Atas), T (Tengah), B (Bawah). Tingkat tutupan kanopi dan sersah : T (Tinggi), S (Sedang), R (Rendah).
Plot 2 (Agroforestri)
Tabel 18. Cadangan Karbon pada Plot 2 (Agroforestri)
No Penggunaan Lahan Tutupan Lahan Manfaat Posisi Lereng Tingkat Tutupan Jumlah Spesies Kerapatan C-Stock (ton/ha)
Kanopi Seresah
2 Agroforestri Jagung B Sedang Rendah Tinggi Tinggi Sedang 50
Rumput gajah D Sedang Rendah Tinggi Sedang Tinggi 80
Pisang B dan D Sedang Rendah Tinggi Rendah Sedang 50
Kelapa B, D dan K Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah 20
Sengon K Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah 20
Kopi B Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang 50
Cabai B Sedang Rendah Tinggi Tinggi Sedang 50
Kubis B Sedang Rendah Tinggi Tinggi Sedang 50
Total 370
Rata-rata 46,25
Keterangan: Manfaat : B (Buah), D (Daun), A (Akar), K (Kayu), B (Biji). Posisi lereng : A (Atas), T (Tengah), B (Bawah). Tingkat tutupan kanopi dan sersah : T (Tinggi), S (Sedang), R (Rendah).
Plot 3 (Tanaman Semusim)
Tabel 19. Cadangan Karbon pada Plot 3 (Tanaman Semusim)
No Penggunaan
Lahan Tutupan
Lahan Manfaat Posisi
Lereng Tingkat Tutupan Jumlah
Spesies Kerapatan C-Stock
(ton/ha)
Kanopi Seresah
3 Tegalan Cabai B T R T S S 1
Jagung B T R T S S 1
Rumput gajah D T R T S S 1
Pepaya B T R T S S 1
Pisang B&D T R T S S 1
Total 5
Rata-rata 1
Keterangan: Manfaat : B (Buah), D (Daun), A (Akar), K (Kayu), B (Biji). Posisi lereng : A (Atas), T (Tengah), B (Bawah). Tingkat tutupan kanopi dan sersah : T (Tinggi), S (Sedang), R (Rendah).
Plot 4 (Tanaman Semusim+Pemukiman)
Tabel 20. Cadangan Karbon pada Plot 4 (Tanaman Semusim+Pemukiman)
No Penggunaan
Lahan Tutupan
Lahan Manfaat Posisi
Lereng Tingkat Tutupan Jumlah
Spesies Kerapatan C-Stock
(ton/ha)
Kanopi Seresah
4 Pemukiman/Tegalan Jagung B T S R B T 1
Rumput Gajah D T S R B T 1
Ketela BD A S - R T 1
Pisang BD A R - S S 1
Kelapa BD T R R S R 1
Total 5
Rata-rata 1
Keterangan: Manfaat : B (Buah), D (Daun), A (Akar), K (Kayu), B (Biji). Posisi lereng : A (Atas), T (Tengah), B (Bawah). Tingkat tutupan kanopi dan sersah : T (Tinggi), S (Sedang), R (Rendah).
Pada Plot 1 (Hutan) terlihat memiliki rata-rata nilai c-stock paling tinggi dibandingkan dengan ketiga plot lainnya karena di Plot 1 ini merupakan penggunaan lahan adalah hutan, sehingga memiliki nilai rata-rata c-stock paling tinggi. Tutpan lahan yang ada di hutan antara lain kopi, pinus, pisang, rumput gajah, jati, bambu, dan durian, dilihat dari tutupan lahan yang ada di hutan adalah salah satu alasan kenapa dihutan memiliki c-stock yang tinggi. Dengan adanya pohon karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomas kayu. Seperti yang dikemukakan oleh Lasco et.al (2004) karbon yang diserap oleh tanaman akan disimpan dalam bentuk biomasa kayu. Sehingga cara cepat yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon. Menurut Sedjo dan Salomon (1988) peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau pengurangan pemanenan kayu.
Pada Plot 2 (Agroforestri) memiliki rata-rata cadangan karbon yang tertinggi ke dua dari data empat plot yang telah diamati yaitu sebesar 46.25. Tutupan lahan yang ada di agroforestri anatara lain jagung, rumput gajah, pisang, kelapa, sengon, kopi, cabai dan kubis. Dilihat dari tutupan lahannya dan kerapatannya untuk rumput gajah tingkat kerapatannya tinggi dan terdapat beberapa tanaman berkayu (pohon) yang dapat membantu proses penyimpanan cadangan karbon dalam bentuk biomasa kayu di tanaman pohon seperti sengon, kelapa. Dan rumput gajah dilihat dari kerapatannya, dalam buku yang dibuat oleh Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. Karbon di atas permukaan tanah meliputi: (a)Biomasa pohon proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada. (b) Biomasa tumbuhan bawah Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). (c) Nekromasa Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat. (d) Seresah. Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
Pada Plot 3 (Tanaman Semusim) memiliki rata-rata cadangan karbon yang rendah yaitu hanya sebesar 1 ton perhektar dengan total cadangan stok dari semua tutupan lahan hanya 5 ton perhektar. Tutupan lahan yang ada di Plot 3 tersebut anatara lain cabai, jagung, rumput gajah, pepaya dan pisang. Selain karena tanaman semusim yang ada di tempat tersebut memiliki kerapatan rata-rata yang sedang namun tanaman semusim juga tidak mampu menyerap karbon yang ada di udara, penyebabnya adalah tanaman semusim memiliki sistem perakaran yang pendek dan sulit atau bahkan kurang mampu menyerap c-stock dalam tanah, serta pada lahan tanaman semusim banyak dilakukan pembukaan lahan yang tidak diimbangi dengan tanaman berkayu ataupun dengan penerapan agroforestri sehingga nilai c-stock yang ada rendah. Hal ini sesuai dengan. Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim.
Pada Plot 4 (tanaman semusim dekat pemukiman) memiliki rata-rata cadangan karbon yang juga rendah yaitu hanya sebesar 1 ton per hektar dengan total cadangan stok dari semua tutupan lahan hanya 5 ton perhektar. Tutupan lahan yang ada di plot empat tersebut anatara lain jagung, rumput gajah, ketela, pisang dan kelapa. Selain karena tanaman semusim yang ada di tempat tersebut hanya sedikit, namun tanaman semusim juga tidak mampu menyerap karbon yang ada di udara, penyebabnya adalah tanaman semusim memiliki sistem perakaran yang pendek dan sulit atau bahkan kurang mampu menyerap c-stock dalam tanah, serta pada lahan tanaman semusim banyak dilakukan pembukaan lahan yang tidak diimbangi dengan tanaman berkayu ataupun dengan penerapan agroforestri sehingga nilai c-stock yang ada rendah. Peningkatan cadangan karbon di suatu lansekap dapat dilakukan dengan mengalihfungsikan lahan bero atau lahan tanaman semusim (misalnya rumput-rumputan, sayuran dsb) menjadi sistem pertanian berbasis pepohonan (Mutuo et al., 2005)
Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Sosial Ekonomi
Economically Viable (Keberlangsungan Secara Ekonomi)
Plot 1
Pada Plot 1, kami menemui Bapak Suwono yang merupakan seorang petani yang melakukan usahatani komoditas jagung. Beliau melakukan kegiatan usahataninya di lahan sewaan dengan luasan 0,12 ha. Sumber penghasilan Bapak Suwono hanya dari aspek pertanian saja, karena beliau tidak memiliki hewan ternak.
Tabel 21. Produksi, Nilai Produksi, Penggunaan Input dan Biaya Usahatani
Jenis Tanaman Luas Tanam
(ha) Jumlah Produksi
(kg) Harga/Unit
(Rp/Kg) Nilai Produksi
(Rp)
Jagung 0,12 875 4.000 3.500.000
Total 3.500.000
Tabel 22. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman
Jenis Tanaman Unit Harga/Unit
(Rp/Unit) Jumlah Biaya
(Rp)
Luas Lahan - - -
Sewa Lahan (jika menyewa) (Rp) 1.200 m2 1.200.000 1.200.000
Bibit 5 kg 62.000 310.000
Pupuk
- Phonska
- Urea (Pupuk N)
- SP 36 (Pupuk P)
- ZA
-
-
-
50 kg
118.000
90.000
115.000
75.000
118.000
90.000
115.000
75.000
Pestisida Kimia - 125.000 125.000
Pestisida Organik - - -
Tenaga Kerja
- Dalam Keluarga
- Luar Keluarga
-
1 Perempuan
3 Laki-laki
-
40.000
50.000
-
40.000
150.000
Biaya Lain-lain - - -
Jumlah Biaya 2.223.000
Tabel 23. Keuntungan (π)
Uraian Jumlah
Total Revenue (TR) 3.500.000
Total Cost (TC) 2.223.000
π = TR - TC 1.277.000
Pendapatan Kotor
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
GFFI=Y.Py-∑_(i=1)^n▒riXi
Keterangan:
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani
Py = harga produksi (Rp/unit)
Ri = harga input ke – i
Xi = jumlah penggunaan input ke – i
GFFI jagung = Rp 3.500.000 - Rp 2.223.000
= Rp 1.277.000
Dari usaha tani yang dilakukan oleh Bapak Suwono dapat diketahui nilai pendapatan kotornya sebesar Rp 1.277.000 berdasarkan perhitungan GFFI.
Analisis Kelayakan Usahatani
R/C Ratio
R/C = TR / TC
R/C = Rp 3.500.000 / Rp 2. 223.000
= 1.5
Berdasarkan hasil R/C ratio yang di dapatkan yaitu sebesar 1.5 yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan. Karena suatu usaha dikatakan layak apabila nilai R/C ratio >1.
Plot 2
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan di Plot 2, Bapak Suwarno memiliki luas lahan sebesar 1¼ Ha. Lahan yang digunakan Bapak Suwarno tersebut merupakan lahan warisan dari orang tua beliau. Jenis penggunaan lahannya yaitu berupa tegalan. Komoditas yang dibudidayakan yaitu kopi.
Tabel 24. Perhitungan Biaya Tetap Usahatani Kopi
No Uraian Jumlah Fisik Satuan Harga per Satuan Total (Rp)
1 Biaya Pajak 1 ¼ Ha - 375.000
2 Biaya Penyusutan Peralatan
Uraian Jumlah
Fisik Harga Awal (Rp) Harga Akhir (Rp) Perkiraan Lama Pemakaian (tahun) Total (Rp)
A Cangkul 2 150.000 25.000 5 50.000
B Sabit 2 100.000 15.000 5 34.000
Total 459.000
Biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh Bapak Suwarno yaitu cangkul dengan harga Rp 50.000 dan sabit dengan harga Rp 34.000 untuk satu kali musim panen. Serta biaya pajak sebesar Rp 375.000. Sehingga total biaya tetap yang dikeluarkan Bapak Suwarno adalah Rp 459.000,00.
Tabel 25. Perhitungan Biaya Variabel Usahatani Kopi
No Uraian Jumlah Satuan
Harga/Unit
(Rp) Total Biaya
(Rp)
1. Bibit - - - -
2. Pupuk
Pupuk Kandang 200 Karung - -
ZA 150 Kg 2.200 330.000
TSP 150 Kg 3.600 540.000
Total Biaya 870.000
Biaya variabel input produksi yang dikeluarkan oleh Bapak Suwarno hanya pupuk ZA seharga Rp 330.000,00 dan pupuk TSP seharga Rp 540.000,00 yang diaplikasikan setiap satu tahun sekali. Untuk bibit kopi Bapak Suwarno tidak membeli bibit kopi melainkan membuat sendiri bibit tersebut dari biji kopi. Serta untuk pupuk kandang beliau mengambil dari kotoran ternak kambingnya.
Tabel 26. Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Kopi
No Uraian Jumlah
Hari Jumlah Jam Kerja Jumlah Orang Upah/hari/orang (Rp) Total Biaya (Rp)
L HOK
1. Pengolahan Lahan 2 hari 8 jam 3 6 Rp. 25.000 Rp. 150.000
2. Penanaman 1 hari 5 jam 3 1.875 Rp. 25.000 Rp. 46.875
3. Penyiangan 2 hari 5 jam 2 2.5 Rp. 25.000 Rp. 62.500
4. Pemupukan 1 hari 5 jam 3 1.875 Rp. 25.000 Rp. 46.875
Total Biaya Rp. 306.250
Biaya input produksi yang digunakan oleh Bapak Suwarnu adalah pupuk Za sebanyak 150 kg dengan total Rp 330.000 dan pupuk TSP sebanyak 150 kg dengan total Rp 540.000. Untuk biaya benih tidak ada karena Bapak Suwarno membuat sendiri benih kopinya dengan cara mengambil dari bunga kopinya. Serta untuk pupuk kandang beliau memperolehnya dari kotoran kambing yang beliau ternakkan.
Tabel 27. Perhitungan Biaya Total Usahatani Kopi
No Biaya Total Biaya (Rp)
1 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) Rp 459.000,00
2 Total Biaya Variabel (Total Variable Cost) Rp 1.176.250,00
Total Biaya (Total Cost) Rp 1.635.250
Dari tabel perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa total biaya tetap dan total biaya variabel keseluruhan yang dikeluarkan oleh Bapak Suwarno sebesar Rp 1.635.250.
Tabel 28. Perhitungan Biaya Penerimaan
Uraian Nilai Harga (per kg)(Rp) Jumlah (Rp)
Produksi (unit)
Kopi 1500 kg 5.000/kg 7.500.000
Penerimaan Usahatani (Total Revenue) 7.500.000
Lahan Bapak Suwarno menghasilkan kopi sebanyak 1500 kg dengan harga jual kopi basah sebesar Rp 5000/kg. Sehingga total penerimaan yang didapatkan yaitu Rp 7.500.000.
Pendapatan Kotor
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
= ((1.500 x 5.000) – 1.635.250)
= 7.500.000 – 1.635.250
= Rp 5.864.750
Dalam usahatani kopi Bapak Suwarno, beliau mendapat pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income = GFFI) Tanaman Kopi yang diperoleh Bapak Suwarno sebesar Rp 5.864.750.
Analisis Kelayakan Usahatani
B/C ratio = (PV Penerimaan)/(PV Biaya)
= (7.500.000 x 0.78)/(1.635.250 x 0.78)
= 4.6
Berdasarkan hasil B/C ratio yang didapatkan >1 yaitu sebesar 4,6 yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan.
Plot 3
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Plot 3 yaitu tanaman semusim, Bapak Riko adalah narasumber yang kami wawancarai mengenai pertanian yang ada di daerah Plot 3. Beliau berumur 24 tahun dan memiliki luas lahan seluas 1/8 Ha. Lahan yang beliau adalah lahan milik sendiri yang didapatkan dari warisan orang tua. Lahan ini merupakan lahan sawah yang ditanami tiga komoditas langsung yaitu cabai, kubis dan bawang merah.
Tabel 29. Produksi, Nilai Produksi, Penggunaan Input dan Biaya Usahatani
No Jenis Tanaman Luas Tanam (ha) Jumlah Produksi (kg) Harga/unit Nilai Produksi (Rp)
1 Cabai 0.125 50 kg 16.000/kg Rp 800.000
2 Kubis 2 ton 700/kg Rp 1.400.000
3 Bawang Merah 3 kwintal 20.000/kg Rp 6.000.000
Total Rp 8.200.000
Berdasarkan data tabel diatas, nilai produksi pada tanaman bapak Riko yang ditanaman di lahan dengan luas lahan 1/8 ha dan terdapat tiga jenis komoditas cabe, kubis dan bawang merah memiliki total produksi 8.200.000.
Tabel 30. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Cabai
Jenis Tanaman Unit Harga/Unit Jumlah Biaya
Luas Lahan (ha) 0.125 - -
Sewa Lahan (jika menyewa)
Bibit 1500 Biji 75/biji Rp 112.500
Pupuk
Urea (Pupuk N)
TSP/SP 36 (Pupuk P) 10 kg 2.000/kg Rp 20.000
KCL (Pupuk K)
Lainnya sebutkan :
Pupuk Kandang 7 kg - -
Pupuk ZA 10 kg 1.400/kg Rp 14.000
Pupuk Phonska 10 kg 2.300/kg Rp 23.000
Pestisida Kimia
Pestisida organik/nabati/hayati 100 ml 87.000/botol 100ml Rp 87.000
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga 4 Orang - -
Luar Keluarga
Biaya Lain-lain
Jumlah Biaya Rp 256.500
Tabel diatas menjelaskan mengenai keseluruhan biaya input dan biaya usahatani yang dikeluarkan saat melakukan penanaman komoditas cabai dengan jumlah biaya 256.500.
Tabel 31. Perhitungan Keuntungan (π) Tanaman Cabai
Uraian Jumlah
Total Revenue (TR) 800.000
Total Cost (TC) 256.500
= TR – TC
543.500
Pendapatan Kotor
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
GFFI=Y.Py-∑_(i=1)^n▒riXi
Keterangan:
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani
Py = harga produksi (Rp/unit)
Ri = harga input ke – i
Xi = jumlah penggunaan input ke – i
GFFI Cabai = Rp 800.000 - Rp 256.500
= Rp 543.500
Dalam usahatani kopi Bapak Riko, beliau mendapat pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income = GFFI) pada tanaman cabai yang diperoleh Bapak Riko sebesar Rp 543.500.
Analisis Kelayakan Usahatani
R/C Ratio
R/C = TR / TC
R/C = Rp 800.000 / Rp 256.500
= 3.1
Berdasarkan hasil R/C ratio yang di dapatkan yaitu sebesar 3,1 yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan. Karena suatu usaha dikatakan layak apabila nilai R/C ratio >1.
Tabel 32. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Kubis
Jenis Tanaman Unit Harga/Unit Jumlah Biaya
Luas Lahan (ha) 0.125
Sewa Lahan (jika menyewa)
Bibit 1000 Biji 85/biji Rp 85.000
Pupuk
Urea (Pupuk N)
TSP/SP 36 (Pupuk P)
KCL (Pupuk K)
Lainnya sebutkan :
Pupuk Kandang 7 kg
Pupuk ZA
Pupuk Phonska 4 kg 10.000/kg Rp 4.000
Pestisida Kimia
Pestisida organik/nabati/hayati 100 ml 610/ml Rp 61.000
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga 4 Orang
Luar Keluarga
Biaya Lain-lain
Jumlah Biaya Rp 150.000
Tabel diatas menjelaskan mengenai keseluruhan biaya input dan biaya usahatani yang dikelurkan saat melakukan penanaman komoditas kubis dengan jumlah biaya Rp 150.000
Tabel 33. Keuntungan (π) Tanaman Kubis
Uraian Jumlah
Total Revenue (TR) 1.400.000
Total Cost (TC) 150.000
= TR - TC
1.250.000
Pendapatan Kotor
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
GFFI=Y.Py-∑_(i=1)^n▒riXi
Keterangan:
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani
Py = harga produksi (Rp/unit)
Ri = harga input ke – i
Xi = jumlah penggunaan input ke – i
GFFI Kubis = Rp 1.400.000 - Rp 150.000
= Rp 1.250.000
Dalam usahatani kopi Bapak Riko, beliau mendapat pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income = GFFI) pada tanaman kubis yang diperoleh Bapak Riko sebesar Rp 1.250.000
Analisis Kelayakan Usahatani
R/C Ratio
R/C = TR / TC
R/C = Rp 1.400.000 / Rp 150.000
= 9,1
Berdasarkan hasil R/C ratio yang di dapatkan yaitu sebesar 9,1 yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan. Karena suatu usaha dikatakan layak apabila nilai R/C ratio >1.
Tabel 34. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Bawang Merah
Jenis Tanaman Unit Harga/Unit Jumlah Biaya
Luas Lahan (ha) 0.125 - -
Sewa Lahan (jika menyewa)
Bibit 2 kg - -
Pupuk
Urea (Pupuk N)
TSP/SP 36 (Pupuk P)
KCL (Pupuk K)
Lainnya sebutkan :
Pupuk Kandang 7 kg - -
Pupuk ZA 10 kg 1.400/kg Rp 14.000
Pupuk Phonska 4 kg 10.000/kg Rp 40.000
Pestisida Kimia
Pestisida organik/nabati/hayati 100 ml 610/ml Rp 61.000
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga 4 Orang - -
Luar Keluarga
Biaya Lain-lain
Jumlah Biaya Rp 115.000
Tabel diatas menjelaskan mengenai keseluruhan biaya input dan biaya usahatani yang dikelurkan saat melakukan penanaman komoditas kubis dengan jumlah biaya Rp 115.000.
Tabel 35. Keuntungan (π) Tanaman Bawang Merah
Uraian Jumlah
Total Revenue (TR) 6.000.000
Total Cost (TC) 270.000
= TR – TC
5.730.000
Pendapatan Kotor
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
GFFI=Y.Py-∑_(i=1)^n▒riXi
Keterangan:
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani
Py = harga produksi (Rp/unit)
Ri = harga input ke – i
Xi = jumlah penggunaan input ke – i
GFFI Bawang Merah = Rp 6.000.000 - Rp 270.000
= Rp 5.730.000
Dalam usahatani kopi Bapak Riko, beliau mendapat pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income = GFFI) pada tanaman bawang merah yang diperoleh Bapak Riko sebesar Rp 5.730.000
Analisis Kelayakan Usahatani
R/C Ratio
R/C = TR / TC
R/C = Rp 6.000.000 / Rp 270.000
= 22,1
Berdasarkan hasil R/C ratio yang di dapatkan yaitu sebesar 22,1 yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan. Karena suatu usaha dikatakan layak apabila nilai R/C ratio >1.
Plot 4
Kemampuan Masyarakat Menghasilkan untuk Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari dari Bidang Pertanian
Petani yang kami wawancarai pada plot 4 bernama Bapak Winarto. Komoditas yang beliau tanam adalah jagung manis. Bapak Winarto menanam jagung manis dengan lahan sewa dengan biaya sewanya sendiri sebesar Rp.3.000.000/tahun. Lahan tersebut memiliki luas lahan 3/4 hektar. Menurut informasi beliau hasil produksi jagung manis di jual seluruhnya kepada tengkulak dengan harga Rp.4000/kg. Dari hasil secara keseluruhan kebutuhan sehari – hari untuk keluarga beliau dapat terpenuhi baik untuk konsumsi maupun kebutuhan lainnya.
Biaya Tetap (FC)
Tabel 36. Perhitungan Biaya Tetap
No Jenis Unit Harga Beli Biaya/musim
1. Lahan (Sewa) ¾ hektar Rp.3.000.000 Rp.1.000.000
2. Cangkul 1 unit Rp. 75.000 Rp.25.000
3. Sabit 2 unit Rp. 60.000 Rp.20.000
Total Rp.1.045.000
Biaya Variabel (VC)
Tabel 37. Perhitungan Biaya Variabel
No Jenis Unit Harga Beli Biaya/musim
1. Pupuk
Kandang
Urea
Phonska
Phonska
30 kg
150 kg
100 kg
150 kg
Rp.225.000
Rp.300.000
Rp.250.000
Rp.375.000
Rp.75.000
Rp.100.000
Rp.83.333
Rp.125.000
2. Bibit 375 bibit Rp.225.000 RP.75.000
3. Pestisida
Furadan
1 botol
Rp.40.000
Rp.13.333
4. Tenaga kerja
Wanita
Laki - laki
1 orang
1 orang
Rp.35.000
Rp.40.000
Rp.11.666
Rp.13.333
Total Rp.496.665
Biaya Total (TC)
TC = TVC + TFC
= Rp.496.665 + Rp.1.045.000
= Rp.1.541.665
Biaya Penerimaan (TR)
Tabel 38. Perhitungan Biaya Total Penerimaan
No Jenis P
(Harga/unit) Q
(Jumlah Produksi) P x Q
1. Jagung Manis Rp.4000 833 kg Rp.3.332.000
TR Rp. 3.332.000
Biaya Keuntungan
Tabel 39. Perhitungan Biaya Keuntungan (π)
Uraian Jumlah
TR Rp. 3.332.000
TC Rp.1.541.665
π = TR – TC Rp.1.790.335
Pendapatan Kotor
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
Keterangan :
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani
Py = harga produksi (Rp/unit)
Ri = harga input ke – i
Xi = jumlah penggunaan input ke – i
GFFI jagung manis = (833. 4000) – Rp.1.541.665
= Rp 3.332.000 - Rp.1.541.665
= Rp.1.790.335
Berdasarkan perhitungan GFFI usahatani komoditas jagung manis yang dilakukan oleh Bapak Winarto dapat diketahui nilai pendapatan kotornya sebesar Rp.1.790.335.
Analisis Kelayakan Usahatani
R/C Ratio
R/C=TR/TC
Keterangan:
TR = Penerimaan
TC = Total Biaya
R/C = TR / TC
= 3.332.000 / 1.541.665
= 2,1
Berdasarkan hasil R/C ratio yang di dapatkan yaitu sebesar 2,1 yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan. Karena suatu usaha dikatakan layak apabila nilai R/C ratio >1.
Penghasilan yang didapat Masyarakat untuk Pengembalian Input Produksi
Tenaga Kerja
Menurut hasil wawancara dari Bapak Winarto tenaga kerjanya hanya beliau dan istri.
Bibit
Bibit yang digunakan Bapak Winarto berasal dari mitra dengan harga yang sudah ditentukan dan biasanya mendapatkan potongan harga.
Pupuk
Pupuk yang digunakan Bapak Winarto berasal dari mitra dengan harga yang sudah ditentukan dan biasanya mendapatkan potongan harga. Bapak Winarto juga memakai pupuk organik sebagai pupuk dasarnya. Selanjutnya Bapak Winarto menggunakan pupuk kimia.
Ecologically Sound (Ramah Lingkungan)
Dari data yang kami dapatkan pada Plot 1 bisa disimpulkan dalam suatu lahan pertanian dikatakan sebagai pertanian berlanjut apabila dapat memenuhi aspek ecologically sound (ramah lingkungan) selain dari aspek ekonominya. Menurut pendapat dari kelompok kami, usahatani yang telah dilakukan oleh Pak Suwono bisa dikatakan ramah lingkungan, karena usahatani tersebut tidak mengganggu ekosistem lainnya. Karena usahatani ini tergolong ramah lingkungan, maka budidaya pertanian yang dilakukan oleh masyarakat pun berjalan lancar dan tidak merusak lingkungan. Pak Suwono dalam melakukan budidaya pertaniannya juga tidak terlepas dengan penggunaan bahan kimia seperti pestisida kimia dan pupuk anorganik lainnya namun, Pak Sunawo dalam budidayanya menggunakan bahan kimia sesuai dengan takaran atau dosis yang sudah di tetapkan. Sehingga informasi mengenai budidaya pertanian yang sehat dan ramah lingkungan harus terus diterapkan, dan jika dilihat dari lansekapnya, usahatani yang dilakukan bisa dikatakan menuju ke pertanian berlanjut, karena memanfaatkkan sistem agroforestri dengan tanaman tahunan, sehingga dari segi biodiversitas, masih adanya keseimbangannya.
Komoditas yang dibudidayakan pada lahan Plot 2 tegalan bapak Suwarnu adalah sengon dan kopi. Dalam kegiatan budidaya, petani menggunakan pupuk kandang dan pupuk kimia ZA dan TSP. Pupuk kandang yang beliau aplikasikan berasal dari kotoran ternak. Petani tetap mengusahakan untuk menjaga kualitas lingkungan atau agroekosistem pada lahan dengan mengaplikasikan kotoran ternak pada lahan sebagai pupuk kandang. Selain bercocok tanam, Bapak Suwarnu juga beternak kambing sebanyak 8 ekor. Ternak tersebut dapat bermanfaat untuk keberlangsungan agroekosistem, yaitu dapat digunakan sebagai pupuk kandang untuk tanaman yang dibudidayakan. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa petani masih kurang memiliki kesadaran untuk mempertahankan kualitas agroekosistem yang ada karena masih menggunakan pupuk kimia.
Budidaya yang dilakukan Bapak Suwarnu menggunakan sistem pertanian agroforestri. Dengan komoditas sengon dan ditumpangsarikan dengan tanaman kopi sehingga biodiversitas pada lahan masih terjaga. Dalam melakukan praktek budidaya, petani hanya menggunakan pupuk kandang dan pupuk kimia diawal tanam saja, dan petani tidak melakukan perawatan secara intensif. Sementara untuk penanggulangan hama dan penyakitnya, petani juga tidak menggunakan pestisida kimia, karena lahannya dibiarkan alami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pertanian yang dilakukan petani kurang ramah lingkungan. Sedangkan untuk pelestarian sumberdaya alam yang dilakukan, upaya yang dilakukan petani adalah dengan aplikasi pupuk kandang pada lahan yang tujuannya untuk menambah unsur hara pada tanah.
Dalam pertanian berlanjut terdapat empat indikator yang mempengaruhi, salah satunya Ecologically Sound (ramah lingkungan). Hasil data yang di Plot 3 ketika fieldtrip dari Pak Riko yang menjadi narasumber yang kami wawancarai. Dalam usahatani yang dikelola Pak Riko membudidayakan tanaman kubis dan cabai. Pupuk yang digunakan pada komoditas kubis dan cabai ini adalah pupuk organik dari kotoran ayam dan juga campuran sedikit pupuk kimia ZA dan phonska. Hal ini belum bisa dikatakan penggunaanya yang ramah lingkungan dikarenakan penggunaan pupuk yang juga mengaplikasikan pupuk kimia sebagai pendorong pertumbuhan komoditas kubis dan cabai. Selain dari bidang pertanian Pak Riko juga mendapatkan hasil pendapatan melalui kepemilikan ternaknya, beliau memiliki ternak sapi yang mana dari ternak sapi tersebut menghasilkan kotoran ternak yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang digunakan pada lahannya sendiri dengan cara dikeringkan terlebih dahulu.
Dalam budidaya tanaman kubis dan cabai, Pak Riko menggunakan pestisida kimia untuk memberantas hama. Tetapi Pak Riko masih mengusahakan untuk menjaga keramahan lingkungan juga mengaplikasikan pupuk organiak di lahannya. Tetapi dengan pestisida kimia yang digunakan menghasilkan kurang ramah lingkungan apalagi pola tanam yang digunakan pak Riko bukan tumpang sari, jadi memudahkan hama berkembang pesat dan jika satu tanaman terkena hama, maka berakibat dengan tanaman di sekitarnya. Mengenai pelestarian sumberdaya masyarakat di sekitar Pak Riko sendiri kurang aktif dalam mengikuti kegiatan kelompk tani, karena beliau sendiri bukan termasuk penduduk asli Ngantang melainkan penduduk asli Pujon. Kurang aktifnya Pak Riko dalam mengikuti kegiatan kelembagaan layaknya kelompok tani ini mengakibatkan kurang mendapatkan pelajaran dari petani – petani lainya mengenai ilmu budidaya dan jarang mendapatkan peyuluhan pertanian, hal ini mengakibatkan para petani juga kurang mendapatkan informasi mengenai harga komoditas di pasar.
Dalam meminimalisir resiko ilmiah yang terjadi di lapang, yaitu dengan lahan pertanian di Ngantang ini tergolong terletak di dataran tinggi ini memungkinkan untuk melakukan pembuatan terasering guna meminimalisir terjadinya longsor.
Kualitas dan Kemampuan Agroekosistem yang Terjadi di Lingkungan Landscape (manusia, tanaman, hewan dan organisme tanah) dipertahankan dan ditingkatkan.
Informasi yang didapatkan dari hasil fieldtrip didapatkan data dari narasumber yaitu Bapak Winarto. Dalam suatu lahan pertanian yang dapat digolongkan sebagai pertanian berlanjut yaitu apabila dapat memenuhi keempat indikator pertanian berlanjut yang salah satunya adalah ecologically sound (ramah lingkungan). Usaha tani komoditas jagung yang telah dilakukan oleh Bapak Winarto belum dapat dikatakan sebagai pertanian yang berkelanjutan, karena usahatani yang dilakukan Bapak Winarto tidak ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan usahatani komoditas jagung manis ini Bapak Winarto masih menggunakan pupuk kimia seperti urea, Phonska dan pestisida untuk membasmi hama dan penyakit yang terdapat di tanaman jagung manis yang digarapnya. Pestisida juga dapat merugikan tanaman budidaya yaitu merugikan dalam segi ekologi, sosial maupun ekonomi.
Sistem Pertanian Berorientasi pada Ramah Lingkungan dan Keragaman Hayati (Biodiversitas)
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada saat fieldtrip Bapak Winarto menggunakan bahan-bahan kimia untuk memberantas hama. Hal ini dapat dikatakan petani yang kami wawancarai tidak memperhatikan pada keramahan lingkungan. Bapak Winarto dalam melakukan pembudidayaan tanaman jagung manis beliau masih menggunakan pestisida untuk pemberantasan hama tidak menggunakan musuh alami yang dapat membuat ramah lingkungan. Dengan menggunakan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan akan berdampak pada lahan pertanian yang akan menjadi rusak dan juga dapat menurunkan biodiversitas yang ada disekitar pertanian. Bapak Winarto juga tidak menerapkan sistem tumpangsari yang dapat menanggulangi hama yang banyak dan juga dapat sebagai musuh alami.
Pelestarian Sumberdaya Alam yang dilakukan oleh Masyarakat
Menurut informasi dari petani yang kami wawancarai disana, kelompok tani ada namun sudah tidak aktif. Sehingga petani di Desa Ngantang lebih bersifat individual. Hal ini juga dengan tidak adanya kelompok tani yang tidak aktif akan mengakibatkan tidak adanya penyuluhan yang dilakukan sehingga informasi yang petani dapatkan minim atau sangat kurang mengenai pertanian sehat dan ramah lingkungan. Kurangnya informasi akan membuat budidaya tanaman jagung dapat menurunkan hasil produksi.
Minimalisasi Resiko-Resiko Alamiah yang Mungkin Terjadi di Lapang
Dilihat dari kondisi yang ada di Desa Ngantang dengan kondisi lahan pertaniannya cukup berlereng sehingga dapat menimbulkan masalah alamiah dengan adanya bencana erosi dan tanah longsor. Dengan kelerengan yang cukup untuk meminimalisir resiko petani di Desa Ngantang sudah melakukan dengan adanya tanaman tahunan dan juga melakukan lahan pertaniannya dengan cara terasering yang akan dapat meminimalisir resiko alamiah seperti longsor dan erosi.
Socially Just (Berkeadilan=Menganut Azas Keadilan)
Plot 1
Kebutuhan Dasar Sebagai Pengelola Pertanian (Hak-Hak)
Hak Atas Tanah Pertanian
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan di Plot 1, didapatkan bahwa Pak Suwono melakukan kegiatan pertanian dengan lahan yang disewa. Luas lahan sawah yang disewa sebesar 40 m x 30 m. Lahan tersebut dapat dikelola dengan memperhatikan lingkungan dan tidak boleh merusak lingkungan. Menurut Pak Suwono, terdapat peraturan-peraturan tertulis maupun tidak tertulis mengenai pengelolaan dan pengembangan tanah di lingkungan tersebut. Masyarakat (terkhusus petani) tidak berhak atas pengembangan luasan kegiatan pertanian tanpa izin pemerintah setempat. Sehingga apabila masyarakat melanggar peraturan tersebut akan dikenakan sanksi, yang biasanya berupa denda.
Hak Memiliki Dan Melestarikan Keanekaragaman Hayati
Menurut Pak Suwono, segala bentuk pengelolaan di Desa Tulungrejo I telah memiliki aturan tersendiri yang dibuat oleh aparat desa dan pemerintah setempat. Kaitannya dengan keanekaragaman hayati, masyarakat di Desa Tulungrejo harus menjaga lingkungan termasuk di dalamnya segala bentuk vegetasi di setiap kegiatan pertanian. Namun, menurut Pak Suwono dalam melestarikan keanekaragaman hayati, masyarakat di Desa Tulungrejo I pernah melaksanakan kegiatan reboisasi apabila terdapat lahan rusak dan tidak ditumbuhi tanaman.
Hak Pemuliaan dan Pengembangan
Dari hasil wawancara di Plot 1, diperoleh bahwa masyarakat (terkhusus petani) di Desa Tulungrejo I tidak berhak atas pemuliaan dan pengembangan lahan pertanian. Hal tersebut dikarenakan peraturan setempat yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, hanya melalui perizinan pemerintah masyarakat melakukan pengembangan lahan pertanian, seperti perluasan atau penutupan lahan pertanian ataupun pemukiman.
Hak Menukar dan Menjual Benih
Menurut Pak Suwono, dalam kegiatan pertanian yang telah beliau jalankan, dalam hal memperoleh benih, Pak Suwono selalu membeli benihnya. Namun terkadang, apabila pemerintah mengeluarkan benih subsidi untuk petani di Desa Tulungrejo, beliau juga ikut andil dalam memperoleh benih tersebut walaupun menurut Pak Suwono terkadang masih harus beliau beli apabila benih tersebut tidak tumbuh.
Selain benih dibeli dan diperoleh dari pemerintah, Pak Suwono juga memperoleh benih dari petani lain apabila petani lain memiliki benih berlebih dan tidak sedang menanam dengan benih komoditas yang sama. Hal tersebut juga dilakukan oleh Pak Suwono, apabila ada petani lain yang membutuhkan benih dan beliau memiliki benih berlebih dan tidak sedang dalam menanam benih komoditas tersebut. Sehingga dalam hal ini, petani-petani di Desa Tulungrejo I mempunyai suatu kebiasaan dalam tukar-menukar benih.
Untuk penjualan benih, Pak Suwono tidak melakukan kegiatan tersebut. Hal tersebut karena biasanya benih yang beliau dapat selalu dari hal beli di toko pertanian dan subsidi pemerintah. Apabila, petani lain membutuhkan atau meminta benih kepada Pak Suwono, beliau menetapkan azas tukar menukar pada petani tersebut bukan diperjualkan. Dan menurut Pak Suwono, selain ditukar dengan benih juga hal tersebut tergantung dari kesepakatan keduabelah pihak, kadang Pak Suwono justru lebih mengganti benih yang beliau berikan dengan meminjam peralatan pertanian dari petani lain.
Hak Memperoleh Informasi Pasar
Menurut Pak Suwono, dalam hal memperoleh informasi pasar, beliau hanya mengetahui dari televisi dan petani-petani lainnya. Sehingga informasi pasar yang beliau dapatkan tidak terlalu banyak, hanya seperti harga komoditas tertentu saja. Untuk informasi dari pemerintah sendiri, Pak Suwono tidak terlalu mendapatkannya.
Karakter yang humanistik (manusiawi), artinya semua bentuk kehidupan baik tanaman, hewan dan manusia dihargai secara proporsional
Para petani di Desa Tulungrejo I memiliki karakter yang humanistik. Hal tersebut dapat dilihat dari para petani yang saling menghargai segala usaha pertanian yang mereka jalani masing-masing. Seperti dari wawancara yang telah dilakukan, Pak Suwono menjelaskan bahwa prinsip dari masyrakat di Desa Tulungrejo yaitu saling gotong royong. Hubungan masyrakat dengan makhluk hidup lain seperti tanaman dan hewan diikat oleh suatu kesadaran untuk saling menjaga tanpa merusak.
Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati
Pada kegiatan usaha taninya, Pak Suwono melakukan kegiatannya dengan tetap memperhatikan lingkungan sekitar terutama tidak mengganggu keberlangsungan kehidupan makhluk hidup lain. Menurut Pak Suwono, setiap kegiatan yang dia lakukan tidak pernah untuk merusak lingkungan yang ada.
Plot 2
Kebutuhan Dasar Sebagai Pengelola Pertanian (Hak-Hak)
Hak atas Tanah Pertanian
Pada plot kedua merupakan daerah agroforestri yang dimiliki oleh Perhutani tetapi dikelola oleh masyarakat yang ada. Pada plot kedua tersebut setelah dilakukannya wawancara dengan Bapak Sumarlo diketahui bahwa lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri yaitu lahan sawah dan tegalan yang ditanami dengan tanaman budidaya kopi, sengon dan pisang. Lahan sawah Bapak Sumarlo menanam padi, dan kentang. Dalam penggunaan fungsi lahan tersebut baik oleh Bapak Sumarlo ataupun oleh masyarakat yang ada pada lahan, telah sesuai dengan hak-hak dalam mengelola lahan tersebut, dimana dalam mengelola lahan tersebut petani tetap memperhatikan kemampuaan lahan dalam menumbuhkan tanaman budidaya yang sesuai tanpa adanya alih fungsi lahan.
Hak Memiliki dan Melestarikan Keanekaragaman Hayati
Pada plot kedua terdapat keanekaragaman yang tinggi pada lahan tersebut, hal ini dikarenakan pada lahan tersebut merupakan lahan agroforestri sehingga terdapat keanekaragaman yang tinggi. Pada lahan sawah yang dibudidayakan oleh Bapak Sumarlo keanekaragamannya juga cukup tinggi dengan penggunaan pola tanam yaitu tumpangsari namun dalam pelestarian keanekaragaman hayati masih sangat kurang pada lahan tersebut karena Bapak Sumarlo masih menggunakan bahan kimia pada lahan budidayanya meliputi pestisida dan pupuk anorganik pada budidayanya.
Hak Pemuliaan Dan Pengembangan
Untuk benih sendiri Bapak Sumarlo memenuhi kebutuhan benih sengon beli di toko-toko pertanian, namun untuk bibit kopi dan pisang buat sendiri. Bapak Sumarlo untuk pengembangannya sendiri sudah terlaksana dalam hal ini karena upaya ini dilakukan untuk kebutuhan sendiri.
Hak Menukar Dan Menjual Benih
Untuk benih sendiri masyarakat tidak melakukan tukar menukar benih karena benih yang digunakan ada yang beli dari toko pertanian dan membuat sendiri untuk kebutuhannya sendiri.
Hak Memperoleh Informasi Pasar
Informasi pasar yang diterima oleh Bapak Sumarlo sangat minim. Hal ini dikarenakan Bapak Sumarlo sendiri tidak mengikuti kelembagaan yang ada sehingga untuk harga sendiri biasanya langsung ditentukan oleh tengkulak.
Karakter yang Humanistik (Manusiawi), Artinya Semua Bentuk Kehidupan Baik Tanaman, Hewan, dan Manusia dihargai Secara Proporsional
Para petani yang ada di lahan tersebut saling menghargai antara satu dengan yang lain baik itu antar petani maupun menghargai kehidupan tanaman ataupun hewan yang ada pada lahan tersebut hal ini terlihat dari kehidupan tanaman yang baik tanpa adanya gangguan seperti penebangan ataupun gangguan untuk hewan-hewan yang ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa karakter humanistik untuk lahan tersebut telah dilakukan secara proporsional
Martabat dasar Semua Makhluk Hidup dihormati
Pada plot ini merupakan plot agroforestri dimana pada plot ini tanaman yang ada dapat tetap di jaga keutuhannya tanpa adanya penebangan untuk tanaman tahunannya hal ini merupkan salah satu bentuk bahwa martabat dasar semua tanaman tersebut tetap dihormati. Dan untuk hewan ditempatkan di daerah peternakan yang sesuai sehingga tidak akan mengganggu tanaman budidaya.
Plot 3
Kebutuhan Dasar Sebagai Pengelola Pertanian (Hak-Hak)
Hak atas Tanah Pertanian
Menurut hasil data yang di dapat dari Pak Riko, lahan yang di garap adalah lahan miliknya sendiri. Dengan hak milik sendiri ini Bapak Riko menggunakan hak lahanya sebagai lahan pertanian. Beliau menggunakan lahannya untuk di tanami komoditas kubis dan cabai.
Hak Memiliki dan Melestarikan Keanekaragaman Hayati
Pada plot 3 terdapat keanekaragaman yang tinggi dikarenakan penggunaan lahan yang dimiliki Bapak Riko merupakan lahan Agroforesti. Keanekaragaman tinggi di karenakan luas lahan milik Pak Riko 1/8 ha di tanami dengan 3 komoditas yaitu tanaman kubis, cabai dan bawang merah, akan tetapi kurang memiliki keanekaragaman hayati karena masih menggunakan pestisida kimia untuk pemberantasan hama.
Hak Pemuliaan Dan Pengembangan
Untuk kebutuhan benih sendiri Pak Riko membeli bibit kubis dan cabai di toko pertanian, dalam pengembangannya sudah di lakukan sendiri karena di daerah sekitar lahan hanya Pak Riko yang menanam Kubis, cabai dan bawang merah.
Hak Menukar Dan Menjual Benih
Untuk tukar menukar benih di daerah ini tidak di lakukan karena para petani membelinya di toko pertanian, dan lagipula Pak Riko saja yang menanam sayuran, selain Pak Riko mayoritas yang di tanam adalah padi dan jagung
Hak Memperoleh Informasi Pasar
Informasi harga komoditas yang di kelola Pak Riko langsung di jual ke pasar, dengan ketentuan harga komoditas Cabai 16.000/kg, komoditas kubis 700/kg, dan komoditas bawang merah 20.000/kg. Informasi pasar yang diperoleh Bapak Riko cukup baik sehingga beliau dapat memperoleh keuntungan yang cukup dari penjualan hasil panen tanaman yang dikelolanya.
Karakter yang Humanistik (Manusiawi), Artinya Semua Bentuk Kehidupan Baik Tanaman, Hewan, dan Manusia dihargai Secara Proporsional
Para petani yang terdapat di area lahan pertanian Ngantang selalu menghargai satu sama lain dari pihak petani meskipun berebeda komoditas yang di kelolalnya baik hubungan baik dengan petani, hewan dan tanaman, hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan tanaman yang baik dan tanpa ada gangguan dari hewan da penebangan pohon secara liar. Hal ini bisa di katakan karakter humanistik telah berjalan secara proporsional
Martabat dasar Semua Makhluk Hidup dihormati
Pada plot agroforestri yang terletak di daerah lahan milik Pak Riko dapat dijaga kelestariannya, tanpa ada penebangan pohon secara liar dan kerusakan tanaman jangka panjang, dengan melihat siklus kehidupan tanaman, hewan dan manusia daerah sekitar yang ramah lingkungan. Hal ini bisa dikatakan bahwa martabat makhluk hidup dihormati.
Plot 4
Kebutuhan Dasar Sebagai Pengelola Pertanian (Hak-Hak)
Hak atas Tanah Pertanian
Menurut hasil informasi yang kami dapatkan pada Bapak Winarto bahwa lahan yang digarap adalah lahan sewa. Dengan lahan sewa beliau memiliki hak untuk dapat menggunakan lahan tersebut untuk pertanian. Beliau juga berhak menggunakan lahannya untuk ditanam tanaman komoditas jagung karena beliau juga membayar biaya sewa lahan dengan luasan lahan ¾ ha.
Hak Memiliki dan Melestarikan Keanekaragaman Hayati
Komoditas yang dibudidayakan pada saat kami melakukan wawancara oleh Bapak Winarto yaitu beliau mengatakan bahwa lahan sewa yang sedang digarapnya adalah lahan yang ditanami dengan komoditas tanaman jagung manis. Lahan pertanian yang dikelolah Bapak Winarto merupakan lahan sewa dengan luas ¾ ha. Modal untuk pengolahan lahan yang digarapnya adalah melalui modal sendiri 100%. Kepemilikan lahan bukan milik Bapak Winarto sendiri, melainkan beliau menggunakan lahan sewa. Keuntungan yang didapat Bapak Winarto kemudian dipergunakan untuk keperluan modal pada masa tanam tanaman jagung dan juga untuk kebutuhan keluarga. Kemudian Bapak Winarto juga memiliki ternak yaitu berupa ternak sapi dengan 1 sapi, dan kemudian kotoran sapi ini digunakan untuk pupuk kandang bagi tanaman jagung manis ini. Pupuk kandang ini di guna menambah unsur hara dalam tanah dalam tanah dan juga agar terlalu banyak menggunakan banyak pupuk kimia yang masuk ke dalam tanah.
Hak Pemuliaan Dan Pengembangan
Dalam pemuliaan dan pengembangan tanaman jagung yang dibudidayakan Bapak Winarto menggunakan pupuk kimia dan pupuk kandang untuk proses pertumbuhan jagung. Beliau juga menggunakan pestisida untuk memberantas hama dan penyakit. Pupuk kimia yang digunakan Bapak Winarto, yaitu urea dan phonska serta pupuk organik berupa pupuk kandang. Pupuk kandang diaplikasikan pada saat pengolahan tanah dan pupuk anorganik yaitu urea dan phonska diaplikasikan pada saat setelah tanam. Pupuk kandang diperoleh dari ternak yang belau pelihara yaitu sapi. Dengan adanya pupuk ini tanaman jagung manis dapat tumbuh dengan baik dan juga Bapak Winarto dapat memiliki keuntungan dari hasil produksi tanaman jagung manis.
Hak Menukar Dan Menjual Benih
Untuk benih jagung yang ditanam Bapak Winarto beliau membeli benih sendiri di mitranya dengan adanya sistem tukar benih dengan uang hasil produksi tanaman jagung.
Hak Memperoleh Informasi Pasar
Hasil produksi tanaman Jagung dari lahan pertanian sewa yang digarap Bapak Winarto langsung dijual kepasar dengan harga Rp4000/kg harga yang ditetapkan Bapak Winarto. Beliau lebih memilih langsung menjual ketempat penampungan yaitu pasar karena harga jualnya relatif lebih tinggi dibandingkan dijual kepada pengepul maupun tengkulak. Informasi pasar yang diperoleh Bapak Winarto cukup baik sehingga beliau dapat memperoleh keuntungan yang cukup dari penjualan hasil panen tanaman jagung manis.
Karakter yang Humanistik (Manusiawi), Artinya Semua Bentuk Kehidupan Baik Tanaman, Hewan, dan Manusia dihargai Secara Proporsional
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari wawancara Bapak Winarto beliau kurang menerapkan hal ini di lahan budidaya miliknya. Karena Bapak Winarno menggunakan pupuk anorganik yang lebih dominan dibandingkan dengan pupuk organik yang hanya sedikit diaplikasikan. Pemberian pestisida juga dilakukan oleh Bapak Winarto untuk pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung manis. Dengan pemberian pestisida juga memperhitungkan waktu dan dosisnya dengan demikian beliau masih memperhitungkan adanya organisme lain dalam lahan budidayanya baik itu hama, penyakit dan predator lain. Sehingga dapat dilihat usahatani yang telah dilakukan Bapak Winarto ini masih tergolong kurang humanistik karena Bapak Winarto masih banyak menggunakan pupuk kimia dalam proses pembudidayaan.
Martabat dasar Semua Makhluk Hidup dihormatiMemiliki Karakter yang Humanistik (Manusiawi), Artinya Semua Bentuk Kehidupan Baik Tanaman, Hewan dan Manusia dihargai Secara Proporsional
Dalam hakikatnya semua makhluk hidup perlu dihormati dalam kehidupan ini. Menurut hasil wawancara yang dilakukan di Plot 4 ini Bapak Winarto menggunakan pupuk kandang dari hasil pemeliharaan ternaknya. Hal ini menyatakan bahwa Bapak Winarto dapat menghormati semua makhluk hidup. Karena Bapak Winarto memanfaatkan hasil kotoran ternaknya untuk pupuk kandang bagi tanaman jagung manis yang dibudidayakan.
Culturally Acceptable (Berakar Pada Budaya Setempat)
Plot 1
Selaras/Sesuai dengan Sistem Budaya yang Berlaku
Pada Plot 1 sistem budaya yang digunakan adalah Pranoto Mongso serta “sedekah bumi”. Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Pada Plot 1 saat musim hujan biasanya masyarakat di desa menanam tanaman padi, lalu pada musim kemarau masyarakat di desa tersebut akan menanam tanaman hortikultura.
Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga keseimbangannya. Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu.
Pada Plot 1 Menurut Bapak Suwono pada saat wawancara, kearifan lokal yang ada di masyarakat masih melaksanakan adat istiadat/kepercayaan yakni contohnya masih ada pelaksanaan sedekah bumi. Sedekah bumi, upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat desa setempat, yang pelaksanaannya diikuti oleh seluruh warga desa dan setiap masing-masing orang membawa “berkat” atau sebuah nasi dengan lauk-pauknya dari rumah. Tujuan sedekah bumi, untuk “menyelameti” atau “menyedekahi” sawah yang dimiliki, agar hasil pertanian melimpah, maka bumi yang mereka tanami tersebut harus diselameti agar tidak ada gangguan.
Hubungan serta Intuisi yang Ada Mampu Menggabungkan Nilai-Nilai Dasar Kemampuan seperti Kepercayaan, Kejujuran, Harga Diri, Kerja Sama, dan Rasa Kasih Sayang
Pada Plot 1 terdapat hubungan serta institusi yaitu adanya kelompok tani yang bernama Sido Subur (Wonoasri). Dimana dalam kelompok tani membahas tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam usaha tani dan pengelolaan usaha tani.
Fleksibel atau Luwes, yang Berarti Bahwa Masyarakat Pedesaan Mampu Menyesuaikan Diri dengan Perubahan Kondisi Usahatani yang Berlangsung Terus
Plot 1 di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Malang tersebut dapat dikatakan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus. Hal ini dapat dilihat dengan pranoto mongso, saat pergantian musim petani sekitar mengganti jenis tanaman yang akan ditanam dilahan mereka, pada saat musim hujan biasanya petani menanam padi dan pada saat musim kemarau petani menanam tanaman hortikultura. Selain itu, di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Malang tidak terdapat peraturan-peraturan tertentu untuk usaha tani yang mereka jalankan.
Plot 2
Selaras/Sesuai dengan Sistem Budaya yang Berlaku
Sistem budidaya pertanian tanaman semusim dan tanaman tahunan yang dilakukan oleh Bapak Sumarlo selaras atau sesuai dengan budaya setempat. Hal itu dikarenakan sejak dulu lahan tersebut memang digunakan untuk lahan budidaya. Bapak Sumarlo dalam sistem budidayanya tidak ada pertentangan atau penolakan dari pihak manapun. Maka dari itu, sistem budidaya yang dilakukan oleh Bapak Sumarlo terus dilaksanakan selama tidak ada penolakan dari pihak manapun atau melanggar budaya yang berlaku di daerah setempat. Bapak Sumarlo mengikuti atau mematuhi budaya yang berlaku di daerah tersebut.
Hubungan serta Intuisi yang Ada Mampu Menggabungkan Nilai-Nilai Dasar Kemampuan seperti Kepercayaan, Kejujuran, Harga Diri, Kerja Sama, dan Rasa Kasih Sayang
Pada daerah tersebut terdapat Gabungan Kelompok Tani atau GAPOKTAN, namun Bapak Sumarlo tidak bergabung dengan GAPOKTAN hal tersebut dikarenakan Bapak Sumarlo sudah merasa mandiri dalam memenuhi atau berkoordinasi tentang usahatani yang dilakukan. Dalam usahataninya Bapak Sumarlo selalu mengikuti perkembangan yang ada. Hal tersebut dilihat dari pemakaian pupuk dan pestisida yang dianjurkan dari penyuluh pertanian. Perkembangan yang diikuti oleh Bapak Sumarlo tidak menyimpang dari budaya setempat. Kebudayaan di daerah tersebut adanya budaya acara tumpengan saat panen, Bapak Sumarlo maupun warga setempat ikut serta dalambudaya tersebut.
Fleksibel atau Luwes, yang Berarti Bahwa Masyarakat Pedesaan Mampu Menyesuaikan Diri dengan Perubahan Kondisi Usahatani yang Berlangsung Terus
Pada Plot 2 ini dapat dikatakan petani mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani, terbukti dengan tidak ada penolakan dari pihak manapun dan beliau dapat meneruskan usaha taninya dengan lancar.
Plot 3
Selaras/Sesuai dengan Sistem Budaya yang Berlaku
Berdasarkan hasil interviev yang telah dilakukan dengan Bapak Riko, dapat diketahui jika dari segi budaya setempat terdapat tempat sakral yang secara adat atau kesepakatan masyarakat dilindungi, yaitu berupa Punden yang terdapat di Desa Ngantang tersebut. Menurut Bapak Riko warga desa setempat mempercayai bahwa tempat tersebut sakral dan harus dilindungi, dengan kata lain tidak boleh berbuat macam-macam di tempat tersebut. Pada desa tersebut juga terdapat kearifan lokal yang berupa kepercayaan atau adat istiadat berupa upacara yang dilakukan setelah panen. Upacara ini berupa selametan bersama atau syukuran bersama, dengan maksut mengucapkan syukur atas musim panen yang telah dilakukan. Namun menurut keterangan Pak Riko beliau tidak menganut sistem budaya dalam pembudidayaan, seringnya beliau berbudaya menurut pemikiran sendiri dan pengamalam beliau dalam bercocok tanam.
Hubungan serta Intuisi yang Ada Mampu Menggabungkan Nilai-Nilai Dasar Kemampuan seperti Kepercayaan, Kejujuran, Harga Diri, Kerja Sama, dan Rasa Kasih Sayang
Menurut keterangan Bapak Riko pada daerah tersebut juga terdapat Kelompok Tani, namun Bapak Riko tidak bergabung dengan kelompok tani tersebut, hal tersebut di karenakan Pak Riko bukan merupakan warga asli desa tersebut, beliau hanya mengolah lahan yang telah di warisi orang tuanya di daerah tersebut. Namun walaupun begitu Beliau tetap berhubungan baik dan menjalin komunikasi dengan warga desa.
Fleksibel atau Luwes, yang Berarti Bahwa Masyarakat Pedesaan Mampu Menyesuaikan Diri dengan Perubahan Kondisi Usahatani yang Berlangsung Terus
Walaupun tidak mengaplikasikan sistem budaya dalam bercocok tanam dan tidak mengikuti kelompok tani. Namun dapat di katakan beliau masih dapat menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani hal tersebut terbukti dengan usaha tani Pak Riko yang masih bertahan dan masih menghasilkan.
Plot 4
Selaras/Sesuai dengan Sistem Budaya yang Berlaku
Hasil wawancara pada plot 4 ini yang didapatkan bahwa Bapak Winarto menganut sistem budaya dalam pembudidayaan tanaman jagungnya menurut pada nenek moyangnya atau dapat disebut dengan budidaya secara turun-temurun. Bapak Winarto dalam membudidayakan tanaman jagungnya masih berpedoman pada sistem yang dianut nenek moyangnya yaitu menggunakan sistem kalender musim.
Hubungan serta Intuisi yang Ada Mampu Menggabungkan Nilai-Nilai Dasar Kemampuan seperti Kepercayaan, Kejujuran, Harga Diri, Kerja Sama, dan Rasa Kasih Sayang
Hubungan yang mendasari nilai – nilai kemanusiaan dalam desa tersebut adalah dengan adanya KUD. KUD (Koperasi Unit Desa) adalah lembaga pedesaan yang memiliki peran penting dalam pembangunan pertanian (UU, 1992). Dimana dalam lembaga KUD tersebut masyarakat dapat meminjam modal yang sudah disesuaikan dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku. Jadi, dengan adanya KUD masyarakat desa tersebut dapat saling kerja sama dan saling membantu antara satu dengan yang lain dan dapat membantu salah satu permasalahan masyarakat tersebut misalnya untuk modal.
Fleksibel atau Luwes, yang Berarti Bahwa Masyarakat Pedesaan Mampu Menyesuaikan Diri dengan Perubahan Kondisi Usahatani yang Berlangsung Terus
Pada Plot 4 dapat dikatakan mampu menyesuaikan karena petani di Plot 4 mampu mengikuti pergantian musim. Dengan tidak adanya peraturan – peraturan yang berlaku maka setiap perubahan kondisi dapat dilakukan dengan baik dengan perkiraan yang sudah ditentukan.
Pembahasan Umum
Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan
Tabel 40. Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan
Indikator Keberhasilan Plot 1
(Hutan) Plot 2
(Agroforestri) Plot 3
(Tanaman Semusim) Plot 4
(Tanaman Semusim Dekat Pemukiman)
Produksi V V V V V V V V V V V V V V V
Air V V V V
Karbon V V V V VVV V V
Hama V V V V V V V V
Gulma V V V V V V V V
Indikator :
V : Kurang
VV : Sedang
VVV : Baik
VVVV : Sangat Baik
Plot 1
Pada Plot 1 penggunaan lahan hutan setelah dilakukan survei dan analisis, diketahui bahwa Indikator keberhasilan produksi pada plot tersebut menunjukan indikator yang baik hal itu di karenakan R/C ratio pada plot tersebut lebih dari satu yaitu sebesar 1,5 yang menandakan bahwa usaha tani di plot tersebut layak untuk dilakukan. Untuk indikator keberhasilan air pada plot tersebut menunjukan indikator keberhasilan yang kurang hal tersebut dikarenakan, air hasil pengamatan tergolong pada kelas IV, dimana menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, air kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Hal tersebut disebabkan karena DO air yang ada, pada air hasil pengamatan rata-rata hanya sebesar 0,02 mg/l.
Pada Plot 1 setelah dilakukan analisis indikator keberhasilan karbon, diketahui bahwa pada plot tersebut memiliki indikator keberhasilan yang sangat baik hal ini dikarenakan pada Plot 1 ini merupakan penggunaan lahan hutan yang banyak ditumbuhi tanaman kayu, sehingga memiliki nilai rata-rata c-stock paling tinggi yaitu sebesar 214,3 ton/ha. Menurut Lasco et.al (2004) karbon yang diserap oleh tanaman akan disimpan dalam bentuk biomasa kayu. Sehingga cara cepat yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon.
Untuk indikator keberhasilan hama pada plot ini juga memiliki tingkat indikator keberhasilan yang sangat baik hal itu dikarenakan keberadaan populasi musuh alami yang lebih banyak dari pada populasi hama, yang artinya keberadaan hama masih bisa dikendalikan oleh musuh alami sehingga tingkat keberhasilanya sangat baik. Sedangkan untuk indikator keberhasilan gulma pada plot ini hanya menunjukan tingkat keberhasilan yang sedang hal ini di karenakan pada plot tersebut menunjukan tingkat keragaman gulma yang sedang dimana nilai 1 < H’ < 3,22 yaitu 1,04 dimana H’ dalam nilai tersebut menunjukkan keanekaragaman yang sedang, produktivitas yang cukup, kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan tekanan ekologis yang sedang.
Plot 2
Pada Plot 2 penggunaan lahan agroforestri setelah dilakukan survei dan analisis, diketahui bahwa Indikator keberhasilan produksi pada plot tersebut menunjukan indikator yang sangat baik hal itu dikarenakan B/C ratio pada plot tersebut lebih dari satu yaitu sebesar 4,6 yang menandakan bahwa usahatani di plot tersebut sangat layak untuk dilanjutkan. Untuk indikator keberhasilan air menunjukan indikator keberhasilan yang kurang hal tersebut dikarenakan, air hasil pengamatan pada plot tersebut tergolong pada kelas IV, dimana menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, air kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Hal tersebut disebabkan karena DO air yang ada, pada air hasil pengamatan rata-rata hanya sebesar 0,01 mg/l.
Pada Plot 2 setelah dilakukan analisis indikator keberhasilan karbon, diketahui bahwa pada plot tersebut memiliki indikator keberhasilan yang baik hal tersebut dikarenakan pada plot tersebut merupakan penggunaan lahan agroforestri dan memiliki nilai rata-rata c-stock yang baik yaitu sebesar 46,25 ton/ha.
Untuk indikator keberhasilan hama pada plot ini memiliki tingkat indikator keberhasilan yang kurang hal ini dikarenakan populasi musuh alami yang lebih sedikit sedangkan populasi hama banyak. Sehingga musuh alami yang ada tidak mampu mengimbangi keberadaan hama. Sedangkan untuk indikator keberhasilan gulma pada plot ini hanya menunjukan tingkat keberhasilan yang sedang hal ini dikarenakan pada plot tersebut menunjukan tingkat keragaman gulma yang sedang dimana nilai 1 < H’ < 3,22 yaitu 1,08 dimana H’ dalam nilai tersebut menunjukkan keanekaragaman yang sedang, produktivitas yang cukup, kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan tekanan ekologis yang sedang.
Plot 3
Pada Plot 3 penggunaan lahan tanaman semusim setelah dilakukan survei dan analisis, diketahui bahwa Indikator keberhasilan produksi pada plot tersebut menunjukan indikator yang sangat baik hal itu dikarenakan R/C ratio ketiga komoditas pada plot tersebut menunjukan nilai R/C ratio yang lebih dari satu yang menandakan bahwa usahatani di plot tersebut sangat layak untuk dilanjutkan. Untuk indikator keberhasilan air menunjukan indikator keberhasilan yang kurang hal tersebut dikarenakan, air hasil pengamatan pada plot tersebut tergolong pada kelas IV, dimana menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, air kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Hal tersebut disebabkan karena DO air yang ada, pada air hasil pengamatan rata-rata hanya sebesar 0,02 mg/l.
Pada Plot 3 setelah dilakukan analisis indikator keberhasilan karbon, diketahui bahwa pada plot tersebut memiliki indikator keberhasilan yang kurang hal tersebut dikarenakan pada plot tersebut merupakan penggunaan lahan tanaman semusim dan hanya memiliki nilai rata-rata c-stock 1 ton/ha. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim.
Untuk indikator keberhasilan hama pada plot ini memiliki tingkat indikator keberhasilan yang kurang hal ini dikarenakan populasi musuh alami yang lebih sedikit sedangkan populasi hama banyak. Sehingga musuh alami yang ada tidak mampu mengimbangi keberadaan hama. Sedangkan untuk indikator keberhasilan gulma pada plot ini hanya menunjukan tingkat keberhasilan yang sedang hal ini dikarenakan pada plot tersebut menunjukan tingkat keragaman gulma yang sedang dimana nilai 1 < H’ < 3,22 yaitu 1,91 walaupun cukup tinggi dibanding plot yang lain namun H’ dalam nilai tersebut menunjukkan keanekaragaman yang sedang, produktivitas yang cukup, kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan tekanan ekologis yang sedang.
Plot 4
Pada Plot 4 penggunaan lahan tanaman semusim namun berada di dekat perumahan warga, setelah di lakukan survei dan analisis, di ketahui bahwa Indikator keberhasilan produksi pada plot tersebut menunjukan indikator yang sangat baik hal itu di karenakan R/C pada plot tersebut menunjukan nilai R/C ratio yang lebih dari satuyaitu sebesar 2,1 yang menunjukan bahwa usahatani di plot tersebut sangat layak untuk di lanjutkan. Untuk indikator keberhasilan air menunjukan indikator keberhasilan yang kurang hal tersebut di karenakan, air hasil pengamatan pada plot tersebut tergolong pada kelas IV, dimana menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8, air kelas IV diperuntukkan untuk mengairi pertanaman. Hal tersebut disebabkan karena DO air yang ada, pada air hasil pengamatan rata-rata hanya sebesar 0,02 mg/l.
Pada Plot 4 setelah dilakukan analisis indikator keberhasilan karbon, diketahui bahwa pada plot tersebut memiliki indikator keberhasilan yang kurang hal tersebut dikarenakan pada plot tersebut merupakan penggunaan lahan tanaman semusim dan hanya memiliki nilai rata-rata c-stock 1 ton/ha. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim.
Untuk indikator keberhasilan hama pada plot ini memiliki tingkat indikator keberhasilan yang kurang hal ini di karenakan populasi musuh alami yang lebih sedikit sedangkan populasi hama banyak. Sehingga musuh alami yang ada tidak mampu mengimbangi keberadaan hama. Ekosistem tanaman semusim bersifat kurang stabil yang dicirikan oleh rendahnya keragaman hayati. Susunan jaringan pakan pada ekosistem tanaman semusim yang bersifat sederhana mengakibatkan populasi hama berada dalam keadaan tidak seimbang, sehingga mudah terjadi ledakan populasi hama (Andrewartha & Birch 1982, Southwbod & Way 1980). Sedangkan untuk indikator keberhasilan gulma pada plot ini hanya menunjukan tingkat keberhasilan yang sedang hal ini di karenakan pada plot tersebut menunjukan tingkat keragaman gulma yang sedang dimana nilai 1 < H’ < 3,22 yaitu 1,09 diman H’ dalam nilai tersebut menunjukkan keanekaragaman yang sedang, produktivitas yang cukup , kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan tekanan ekologis yang sedang.
Keberlanjutan Lokasi Pengamatan
Secara keseluruhan wilayah Tulungrejo sudah memenuhi secara keberlanjutan ekonomis atau produksi. Hal tersebut dapat dilihat dari indkator yang baik dari semua plot. Namun dalam keberlanjutan secara ekologis seperti pada kriteria kualitas air, stok karbon, gulma dan hama masih belum memenuhi keberlanjutan karena masih adanya plot yang masih belum menunjukan indikator yang baik, jadi untuk keseluruhan pertanian desa Tulungrejo ini masih belum berkelanjutan. Namun bila ditinjau per plot, terdapat plot yang menunjukan keberlanjutan yaitu Plot 1 pengunaan lahan hutan dimana semua indikator hampir menunjukan indikator yang baik dan cocok untuk pertanian berkelanjutan.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah melakukan fieldtrip di Desa Tulungrejo I, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, karakteristik lansekap pada daerah ini tergolong relictual karena pada daerah ini hanya memiliki hutan alami <10%. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penggunaan lahan untuk bercocok tanam baik menggunakan tegalan, sawah, perkebunan dan hutan. Hal ini bisa dilihat dengan penggunaan lahan (land use) pada Plot 1, yaitu berupa hutan Plot 2 berupa agroforestri, Plot 3 dengan penggunaan lahan tegalan berupa tanaman semusim budidaya cabai, dan pada Plot 4 penggunaan lahan tegalan dengan adanya tanaman budidaya dan juga pemukiman.
Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan kelompok kami, kualitas air pada semua plot pengamatan termasuk dalam kelas IV yang digunakan untuk mengairi pertanaman. Indikator perhitungan biodiversitas tanaman, yaitu luas lahan, jarak tanam antartanaman, populasi tanaman budidaya, dan sebaran tanaman budidaya di lahan.
Keanekaragaman biodiversitas hasil pengamatan dapat dilihat di Plot 1 adanya pohon pinus, pohon kopi, dan rumput gajah. Di Plot 2 yang mana lahan agrforestri, dapat dilihat adanya tanaman pisang, petai, tanaman tahunan berupa kopi, kelapa, dan sengon. Di Plot 3 yang berupa lahan tegalan, dapat ditemui tanaman semusim cabai, pohon kelapa, dan coklat. Di Plot 4 yang merupakan lahan tanaman semusim bisa dijumpai tanaman jagung, singkong, dan adanya rumput gajah. Indikator biodiversitas menggambarkan keanekaragaman hayati meliputi keberadaan flora dan fauna. Berdasarkan hasil analisis koefisien komunitas (C) yang sama yakni 3,72, dapat diinterpretasikan bahwa pada seluruh plot / tutupan tanah tersebut vegetasi tidak homogen. Untuk hasil Indeks Keragaman, menunjukkan bahwa pada plot 1 sampai 4 menunjukkan bahwa seluruh plot tersebut memiliki keanekaragaman gulma sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang. Sedangkan pada nilai indeks dominansi (C) paling tinggi yakni pada tutupan lahan hutan dengan nilai sebesar 0.36. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tutupan lahan hutan pemusatan dan penyebaran jenis vegetasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis. Adanya keanekaragaman spesies gulma dipengaruhi oleh jenis tanaman budidaya pada setiap tutupan lahan.
Setelah dilakukannya perhitungan pendungaan cadangan karbon stok pada keempat plot, dapat disimpulkan pada Plot 1 (Hutan) terlihat memiliki rata-rata nilai c-stock paling tinggi dibandingkan dengan ketiga plot lainnya karena di Plot 1 ini merupakan penggunaan lahan adalah hutan. Pada Plot 2 memiliki rata-rata cadangan karbon yang tertinggi ke dua dari data empat plot karena di Plot 2 banyak vegetasi tanaman. Pada Plot 3 dan Plot 4 memiliki rata-rata cadangan karbon yang rendah hal ini disebabkan karena kerapatan rata-rata yang sedang namun tanaman semusim juga tidak mampu menyerap karbon yang ada di udara, penyebabnya adalah tanaman semusim memiliki sistem perakaran yang pendek dan sulit atau bahkan kurang mampu menyerap c-stock dalam tanah.
Dari aspek sosial ekonomi, pertanian berlanjut harus memenuhi keberlangsungan secara ekonomi, ramah lingkungan, menganut asas keadilan, dan diterima secara budaya setempat. Keberlangsungan secara ekonomi (economically viable) pada Plot 1, usahatani dikatakan layak karena R/C Ratio sebesar 1.5. pada Plot 2 dikatakan layak karena budidaya agroforestri secara B/C Ratio sebesar 4.6. Pada Plot 3 secara ekonomi dikatakan layak pula karena R/C Ratio sebesar 3.1 pada tanaman cabai, 9.1 pada tanaman kubis, dan 22.1 pada tanaman bawang merah. Dan pada Plot 4, tanaman budidaya jagung manis juga dikatakan layak karena R/C Ratio diketahui sebesar 2.1. Jika dilihat dari keramahan lingkungan (ecologically sound), semua plot yang diamati bisa dikatakan ramah lingkungan, karena semua pelaku agribisnis menggunakan pupuk kandang, karena ada yang berternak. Meskipun masih digunakannya pupuk kimia namun hanya untuk pendukung saja. Diketahui pula pada Plot 1, Plot 2, Plot 3, dan Plot 4 semua pelaku budidaya tanaman memenuhi semua indikator keadilan sosial (socially just) baik bagi tanaman, hewan, dan manusia. Secara budaya, Plot 1 menggunakan sistem budaya pranoto mongso dan “sedekah bumi”. Plot 2 melakukan sistem budaya tidak bertolak belakang dengan masyarakat setempat. Plot 3, Desa Ngantang melakukan punden yang berari upacara selametan/syukuran bersama. Pada Plot 4 sistem budaya yang dianut, yaitu berpedoman pada sistem yang dianut nenek moyang, yaitu masih menggunakan sistem kalender musim. Dari keempat plot yang diamati, sistem budaya yang mereka lakukan dapat diterima oleh masyarakat setempat karena budaya-budaya tersebut berakar dari budaya setempat (culturally acceptable).
Saran
Saran untuk praktikum pertanian berlanjut, jadwal praktikum yang sudah ditetapkan dengan jelas agar dilaksanakan dengan baik. Agar dari setiap aspek dapat mengisi jadwal praktikum dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Adrewartha, H.G. & L.C. Birch. 1984. The ecological. The University of Chicago. 505 p.
Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan.
Basisdata Hama dan Penyakit Tanaman. 2011. Bercak Daun Cercospora. I-MHERE B2c. Institut Pertanian Bogor.
Desa Tulungrejo Staff, 2006. Data Kondisi Desa Tulungrejo. Malang.
Ginting & Subli Mujim. 2007. efikasi verticillium lecanii untuk mengendalikan penyakit karat pada cakram daun kopi di laboraturium. journal HPT Tropika.
Hairiah K dan Rahayu S. 2010. Mitigasi perubahan iklim. Agroforestri untuk mempertahankan cadangan karbon lanskap. Simposium Kopi, Bali, 4-5 Oktober 2010.
Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon.
Hairiah K, S. Rahayu. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.
Kecamatan Ngantang Staff, 2009. Data Kecamatan Ngantang, Malang Kabupaten.
Lasco et.al (2004), Effect of habitat fragmentation on biodiversity. Annual review of Ecology, Evolution, and Systematics.
Masduqi, A dan A. Slamet. 2009. Satuan Operasi Untuk Pengolahan Air. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS.
Metuo Etal, 2005 System Pertanian Berkelanjutan. CV. Pengdalian dan Pengamat Pertanian.
Muklasin dan Syahnen. 2016. “Studi Komunitas Gulma Pada Beberapa Perkebunan Kelapa Sawit di Propinsi Sumatera Utara”. Medan : Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan.
Mutuo, P.K.; G. Cadisch; A. Albrecht; C.A. Palm & L. Verchot (2005). Potential agroforestri for carbon sequestration and mitigation of greenhouse gas emissions from soils in the tropics. Nutrient cycling in Agroecosystems 71(1): 43-54.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan Oleh T. Samingan. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta.
Rahayu dan Hairlah 2007. Kehutanan Indonesia. Akademika Pengamat Khutanan Indonesia.
Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizopora sp. Dan Komunitas Ceriops tagal Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis program pascasarjana IPB. Bogor.
Rizali, A, Bukhori dan H. Triwidodo. 2002. Keanekaragaman Serangga pada Lahan Persawahan-tepaian Hutan Indikator untuk Kesehatan Lingkungan. Jurnal Penelitian Juni 2002 Vol 9 (2).
Sedjo dan Salomon (1988). Pengukuran Karbon Tersimpan Di Berbagai MacamPenggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Center.
Soedarsan, A., Basuki, S. Wirjahardja, M. Rifai. 1984. Pedoman Pengenalan Berbagai Jenis Gulma Penting pada Tanaman Perkebunan. Jakarta.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Biodiversitas Arthopoda
Perhitungan Persentae Plot 1
Hama : 3/49 x 100%=6,12%
MA : 12/49 x 100%=24,5%
SL : 34/49 x 100%=69,38%
Perhitungan Persentase Plot 2
Hama : 5/9 x 100%=55,5%
MA : 1/9 x 100%=11,1%
SL : 3/9 x 100%=33,3%
Perhitungan Persentase Plot 3
Hama : 15/20 x 100%=75%
MA : 1/20 x 100%=5%
SL : 4/20 x 100%=20%
Perhitungan Persentase Plot 4
Hama : 3/39 x 100%=7,7%
MA : 3/39 x 100%=7,7%
SL : 33/39 x 100%=84,6%
Lampiran 2. Dokumentasi Keadaan Gulma Tiap Plot
Tabel 41. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 1
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Tabel 42. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 2
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Tabel 43. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 3
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Tabel 44. Dokumentasi keadaan gulma di Plot 4
Titik 1 Titik 2 Titik 3
Lampiran 3. Analisa Vegetasi
Tabel 45. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 1
Gulma Jumlah Gulma Plot ke- D1 D2
Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 Total
Jukut Pait Axonopus compressus 15 - - 15 7 5
Sembung Rambat Mikania micrantha - 13 - 13 6 3
Wedusan Ageratum conyzoides l. - - 8 8 6 3
Jumlah 3 spesies 36
Tabel 46. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 2
Gulma Jumlah Gulma Plot ke- D1 D2
Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 Total
Maman Ungu Cleome rutidospermae D.C. 2 1 - 3 18 10
Daun kumis kucing Orthosiphon grandiflora bold - 2 - 2 15 8
Babandotan Ageratum conyzoides l. - 1 - 1 25 13
Jumlah 3 Spesies 6
Tabel 47. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 3
Gulma Jumlah Gulma Plot ke- D1 D2
Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 Total
Babadotan Ageratum conyzoides - 3 - 3 8 27
Memerakan Themede arguens L. 1 - - 1 13 17
Kurinyuh Chromolaena odorata 1 - - 1 9 30
Rumput Teki Cyperus rotundus 5 8 12 25 6 30
Krokot Portulaca oleraveae L. - - 11 11 3 8
Calincing Oxaluis corniculata - - 20 20 3,5 7
Sanggulangit Tridax procumbens L - 3 3 10 16
Jumlah 7 spesies 64
Tabel 48. Identifikasi dan Analisis Gulma Plot 4
Gulma Jumlah Gulma Plot ke- D1 D2
Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 Total
Rumput Teki Cyperus rotundus 12 8 6 26 8 3
Babandotan Ageratum conyzoides l. 2 5 3 10 5 6
Krokot Portulaca oleracea 7 5 11 23 7 2,5
Jumlah 3 Spesies 59
Lampiran 4. Perhitungan Analisis Vegetasi
Tabel 49. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 1
No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR H' C
1. Jukut pait (Axonopus compressus) 3.0 41.67% 0.2 33.33% 240.41 0.65 65% 140.40% 46.80%
0,35
0,24
2. Sembung Rambat (Mikania micrantha) 2.6 36.11% 0.2 33.33% 63.59 0.17 17% 86.74% 28.91%
0,36
0,07
3. Wedusan (Ageratum conyzoides l.) 1.6 22.22% 0.2 33.33% 63.59 0.17 17% 72.85% 24.28%
0,33
0,05
Jumlah 27,6 100 3 100 0,14 100 300 100 1,04 0,36
Tabel 50. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 2
No Spesies KM KN FM FN DM DN IV SDR H' C
1. A 1 50.76142132 1 33.33 2.5434 21.25 104.58 34.86 0.367 0.12
2. B 0.67 34.01015228 1 33.33 1.13044 9.44 76.11 25.37 0.347 0.06
3. C 0.3 15.2284264 1 33.33 8.2916 69.29 119.29 39.76 0.366 0.15
Jumlah 1.97 100 3 100 11.9653 100 300 100 1.082 0.34
Tabel 51. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 3
No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR H' C
1. Ageratum conyzoides 1 4,7 1 14,28 9156 3,66 20,5 39,47 13,15 0,266 0,017
2. Themede arguens L. 0,33 1,56 1 14,28 9585 3,83 21,46 37,30 12,43 0,259 0,015
3. Chromolaena odorata 0,33 1,56 1 14,28 14305 5,72 32,03 47,88 15,9 0,292 0,025
4. Cyperus rotundus 8,33 39,06 1 14,28 6358 2,54 14,23 67,58 22,52 0,335 0,050
5. Portulaca oleraveae L. 3,67 17,18 1 14,28 113 0,04 0,25 31,72 10,57 0,237 0,01
6. Oxaluis corniculata 6,67 31,25 1 14,28 117 0,04 0,26 45,79 15,26 0,286 0,023
7. Tridax procumbens L 1 4,68 1 14,28 5024 2 11,24 30,22 10,07 0,231 0,010
Jumlah 21,33 100 7 100 17,8 100 300 100 1,91 0,15
Tabel 52. Perhitungan Analisis Vegetasi Plot 4
No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR H' C
1. Cyperus rotundus 8,67 44,06 1 33,3 113,04 0,045 32,32 109,72 36,6 0,37 0,13
2. Ageratum conyzoides l. 3,33 16,95 1 33,3 176,63 0,07 50,5 100,78 33,6 0,36 0,11
3. Portulacaoleracea 7,67 38,98 1 33,3 60,10 0,024 17,18 89,5 29,8 0,36 0,09
Jumlah 19,67 100 3 100 0,139 100 300 100 1,09 0,33
Rumus dalam Perhitungan Tabel diatas:
Kerapatan Mutlak (KM)=(jumlah spesies tersebut)/(jumlah plot)
Kerapatan Nisbi (KN)=(KM spesies tersebut)/(julah KM seluruh spesies )× 100%
Frekuensi Mutlak (FM)=(plot yang terdapat spesies tersebut)/(jumlah seluruh plot)
Frekuensi Nisbi (FN)=(FM spesies tersebut)/(jumlah FM seluruh spesies)×100%
Dominasi Mutlak (DM)=(luas basal area spesies tersebut)/(luas seluruh area contoh)
Dominasi Nisbi (DN)=(DM suatu spesies)/(jumlah DM seluruh spesies)×100%
Luas Basal Area (LBA)=[(d1×d2)/4]^2×π
Importance Value (IV)=KN+FN+DN
Summed Dominance Ratio (SDR)=IV/3
H^'=-∑_(n=i)^n▒(ni/N ln〖ni/N〗 )
Koefisien Komunitas (C)= ((∑▒w)/(a+b+c+d))×100%
Indeks Dominasi (C)=(IV tiap plot)/(jumlah IV)^2
Keterangan :
H = Indeks Keragaman Shannon-Weiner (H’)
ni = jumlah Angka Penting Suatu Jenis Spesies
N = Jumlah Total Angka Penting Seluruh Spesies
Ln = Logaritme Natural (Bilangan Alami)
w = jumlah nilai KM terendah
a,b,c,d = Nilai KM masing-masing plot
Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman H’ :
H’ < 1,0
Keanekaragaman rendah
Miskin (produktifitas sangat rendah) sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang berat dan
Ekosistem tidak stabil
1,0 < H’ < 3,322
Keanekaragaman sedang
Produktifitas Cukup
Kondisi ekosistem cukup seimbang
Tekanan ekologis sedang
H’ > 3,322
Keanekaragaman tinggi
Stabilitas ekosistem mantap
Produktifitas tinggi
Lampiran 5. Identifikasi Gulma Tiap Plot
Gulma yang ditemukan pada Plot 1 :
Axonopuscompressus
Nama ilmiah : Axonopuscompressus
Nama Umum : Juku Pait
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Axonopus
Spesies : Axonopuscompressus (Swartz) Beauv
Mikaniamicrantha
Nama ilmiah : Mikaniamicrantha
Nama umum : Sambung Rambat
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceace
Genus : Mikania
Spesies : Mikania micrantha
Ageratum conyzoidesl.
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Nama umum : Wedusan / babandotan
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Gymnospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Asteracae
Marga : ageratum
Spesies : Ageratum Conyzoides L.
Gulma yang ditemukan pada Plot 2 :
Cleome rutidospermae D.C.
Nama ilmiah : Cleome rutidospermae D.C.
Nama Umum : Maman Ungu
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Capparidales
Suku : Capparidaceae
Marga : Cleome
Jenis : Cleome rutidospermae D.C.
Orthosiphon grandiflora bold
Nama ilmiah : Orthosiphon grandiflora bold
Nama umum : Daun Kumis Kucing
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.
Ageratum conyzoides l
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Nama umum : Banbandotan
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Gymnospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Asteracae
Marga : ageratum
Spesies : Ageratum Conyzoides L.
Gulma yang ditemukan pada Plot 3 :
Ageratum conyzoides
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Nama umum : Babandotan
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Gymnospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Asteracae
Marga : ageratum
Spesies : Ageratum Conyzoides L.
Themede arguens L.
Nama Ilmiah : Themede arguens L.
Nama Umum : Rumput merak (memerakan)
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (sukurumput-rumputan)
Genus : Themeda
Spesies : Themedaarguens (L.) Hack
Chromolaenaodorata
Nama Ilmiah : Chromolaenaodorata
Nama umum : Kurinyuh
Klasifikasi Kigdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Asteridae
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : ChromolaenaodorataL.
Cyperus rotundus
Nama Ilmiah : Cyperus rotundus
Nama umum : Rumput teki
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Spesies : Cyperusrotundus L.
Nama ilmiah : Portulaca oleraveae L.
Nama umum : Krokot
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae
Familia : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulacaoleracea L.
Oxaluis corniculata
Nama ilmiah : Oxaluis corniculata
Nama umum : Calincing
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Poales
Famili : Oxalidaceae
Marga : Oxalis
Spesies : Oxalis corniculata
Tridax procumbens L.
Nama Latin : Tridax procumbens L.
Nama umum : Urang-aring
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Spermotophyita
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonene
Bangsa : Asterales
Suku : Compositae
Marga : Tridax
Jenis : Tridaxprocumbens L
Gulma ditemukan pada Plot 4 :
Cyperus rotundus
Nama Ilmiah : Cyperus rotundus
Nama umum : Rumput Teki
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Spesies : Cyperusrotundus L.
Ageratum conyzoides L.
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Nama umum : Bandotan
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Gymnospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Asteracae
Marga : Ageratum
Spesies : Ageratum Conyzoides L.
Portulaca oleracea L.
Nama ilmiah : Portulaca oleraveae L.
Nama umum : Krokot
Klasifikasi Kingdom : Plantae
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae
Familia : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulacaoleracea L.
(Soedarsan, dkk., 1984)
Lampiran 6. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan
Gambar 1. Penggunaan Lahan Plot 1
Gambar 2. Penggunaan Lahan Plot 2
Gambar 3. Penggunaan Lahan Plot 3
Gambar 4. Penggunaan Lahan Plot 4
Lampiran 7. Sketsa Transek di Lokasi Pengamatan
Gambar 6. Transek Plot 2 (Agroforestri)
Gambar 7. Transek Plot 3 (Tegalan)
Gambar 8. Transek Plot 4 (Tegalan dan Pemukiman)